MAJALAH ICT – Jakarta. Chairman Mastel Institute Nonot Harsono menyatakan, implementasi network sharing merupakan inisiatif pemerintah demi menciptakan persaingan usaha yang sehat pada industri telekomunikasi. Hal itu bertujuan agar masyarakat memiliki daya beli yang baik, serta dapat menikmati layanan telekomunikasi yang maksimal.
Menurutnya, konsolidasi antaroperator itu bertujuan supaya menciptakan persaingan yang sehat. "Sebab, saat ini yang dominan itu hanya satu operator saja. Jadi, kemungkinan untuk persaingan yang sehat itu sangat kecil. Jadi, kita dorong network sharing supaya terjadi persaingan yang sehat dan berimbang,” katanya.
Nonot menambahkan, yang dimaksudkan dengan network sharing bukan berarti operator-operator yang kecil hanya menumpang jaringan kepada operator yang besar, seperti Telkomsel. Tetapi, di antara operator, misalnya antara Indosat, XL, dan Tri melakukan berbagi (sharing) jaringan. Dengan begitu, operator yang kecil akan dapat mempunyai daya saing yang kuat dan bisa membangun jaringan hingga ke pelosok Tanah Air.
“Jadi, pemahaman yang terjadi di masyarakat selama ini salah. Mereka berpikir bahwa kalau terjadi network sharing, nanti operator kecil numpang di jaringan operator besar. Bukan itu yang dimaksud. Tetapi, di antara operator yang kecil, mereka konsolidasi,” tandas Nonot yang mantan Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia ini.
Nonot juga menandaskan, pemerintah sebagai regulator untuk memberikan insentif kepada operator kecil berupa izin untuk network sharing. Jika diberikan insentif, kemampuan operator kecil akan menjadi berbambah kuat. "Mereka bisa diminta atau ditekan untuk membangun jaringan bersama. Insentifnya itu adalah dibolehkan sharing. Kalau nanggung sendiri cukup berat,” ujarnya.
Sementara itu, Ahli Ekonomi Industri Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmi Radhi berpendapat, network sharing akan sukses jika memenuhi tiga syarat utama. yaitu kematangan jaringan (mature network) yang menjangkau ke setiap wilayah NKRI, gap yang rendah terhadap kepemilikan jaringan (low coverage gap) antaroperator, serta tidak ada operator dominan (no operator domination). Dengan kondisi seperti itu, posisi tawar antaroperator lebih setara, serta kemampuan melayani konsumen pun menjadi telah seimbang.
Menurutnya, dalam kondisi jaringan belum matang, kebijakan yang mewajibkan (mandatory) penerapan network sharing justru dikhawatirkan akan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Network sharing hanya akan menguntungkan bagi operator yang tidak memiliki kecukupan jaringan hingga pelosok Tanah Air. Sedangkan operator pemilik jaringan terbanyak justru akan dirugikan.
“Contohnya, Telkomsel pemilik satu-satunya base tranceiver station (BTS) di Wilayah Papua yang akan digunakan sebagai network sharing oleh pesaingnya, tentu akan dirugikan. Lantaran, Telkomsel harus menanggung biaya investasi (capex) dan biaya operasional (opex) jaringan. Sementara, pesaingnya sebagai pengguna jaringan, hanya menanggung biaya interkoneksi saja,” ungkap Fahmi.