Search
Jumat 13 September 2024
  • :
  • :

Kok Bisa BlackBerry Dijual di Eropa Hanya Rp. 2 Jutaan?

MAJALAH ICT – Jakarta. Pengguna telepon seluler di Indonesia sudah melebihi jumlah populasi di sini. Jika populasi total orang Indonesia berdasar sensus penduduk 2010 sebesar 237,5 juta jiwa, maka pengguna seluler Indonesia sudah mencapai angka di atas 262 juta pengguna. Angka ini dimungkinkan, karena sering kali tiap orang memiliki telepon seluler lebih dari satu, atau ponsel nya hanya satu, tapi memiliki iPad, tablet atau dongle yang juga memakai SIM card untuk mengakses internet.

Meski penduduk besar, dan penjualan produk gadget-gadget laris manis bak kacang goreng, namun penjualan gadget di sini tergolong mahal. Ambil contoh saja, BlackBerry Z10, di Eropa, orang bisa mendapatkan BB Z10 "hanya" dengan harga Rp. 2 jutaan. Lho kok bisa? Di Eropa, dan banyak negara lain, menjual ponsel secara kontrak. Artinya, pelanggan bisa mendapatkan BB Z10 hanya dengan mengeluarkan uang Rp. 2 juta, namun kemudian pelanggan harus tetap menggunakan produk tersebut pada operator yang sama selama kontrak. Biasanya kontrak berjanka waktu 2 tahun, dengan minimal pemakaian yang sudah ditentukan.

Sebenarnya bukan hanya produk BlackBerry. Hampir semua gadget dapat dibeli dengan kontrak. Di era Nokia Communicator satu dekade lalu, orang hanya cukup membayar 1 Euro untuk mendapatkan Communicator terbaru tersebut.

Kok di Indonesia tidak ada yang sistem kontrak seperti itu? Indonesia merupakan negara yang unik dimana sistem administrasi kependudukan masih dalam tahap pembenahan. Sebab, yang dikhawatirkan dalam sistem kontrak adalah pelanggan "kabur" dan tidak menyelesaikan kontrak. Dengan sistem administrasi kependudukan yang rapi, ke manapun kita pindah, akan terlacak dengan cepat. Sementara di sini, orang bisa menghilang tanpa diketahui rimbanya. Ini tentu berpotensi merugikan operator yang menjual gadget tersebut secara kontrak.

Dan wilayah Indonesia yang luas juga jadi persoalan tersendiri. Katakanlah program E-KTP berhasil, data pengguna dapat diketahui dan pindah ke manapun dapat dijejaki, namun jika pengguna membeli di Jakarta, kemudian pindah katakanlah ke pedalaman Kalimantan atau Papua, apakah harus dijemput paksa untuk membayar sisa kontrak atau mengembalikan ponsel yang dibeli? Jangan-jangan ongkos transportasinya lebih mahal dari harga ponsel nya. 

Yang juga tak bisa diabaikan adalah ponsel sesungguhnya di-lock (kunci) agar tidak bisa pindah operator. Dan menurut sumber MAJALAH ICT, sesungguhnya untuk mengunci tersebut diperlukan biaya tambahan membeli aplikasi. "Sementara untuk proses unlock atau kuncinya dibuka,  di sini mudah sekali. Tinggal dibawa ke Roxy atau Ambassador, dengan biaya Rp. 50-75 ribu, ponsel sudah bisa dipakai dengan berganti operator," katanya. Jika sudah begitu, maka operator yang menjual secara kontrak tentu akan merugi: hilang ponsel, hilang juga pendapatan rutin yang sesuai kontrak.