Search
Sabtu 15 Februari 2025
  • :
  • :

KOLOM NONOT HARSONO: Perlunya PP USO-Broadband

MAJALAH ICT – Jakarta. USO (universal service obligation) atau kewajiban pelayanan universal adalah kewajiban menyediakan layanan akses informasi bagi semua warga negara, karena kebutuhan untuk meng-akses informasi adalah kebutuhan dasar manusia.

Beberapa negara mendanai program USO dengan dana yang bersumber dari pendapatan pajak dunia usaha. Beberapa negara yang lain, mendanainya dengan dana pungutan khusus kepada para penyelenggara TIK yang beragam formulanya.

Di Indonesia, melalui PP nomor 7 tahun 2009, pemerintah telah menetapkan tarif baru pungutan kontribusi USO yang nilainya adalah sebesar 1,25% dari pendapatan kotor semua penyelenggara layanan telekomunikasi dan internet.

Dengan mekanisme tersebut, setiap tahun terkumpul dana lebih dari Rp1,3 triliun yang disetor ke kas negara dalam bentuk PNBP.

Pungutan kontribusi USO ini telah berjalan cukup lama, namun untuk dapat memanfaatkan sesuai definisinya, belum ada aturan.

Idealnya, karena dipungut dengan PP, maka mengelolanya pun dengan PP dan diselaraskan dengan trend global di bawah arahan Dewan TIK Nasional (DETIKNAS) yang dibentuk dengan Keppres 20 tahun 2006, dan dibina langsung oleh Presiden RI.

Pada saat ini, pelaksana program USO adalah Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) di bawah binaan Menkominfo yang juga sebagai Ketua Harian Detiknas.

Selama ini, BP3TI menggunakan dana USO untuk membangun sarana jaringan akses di daerah- daerah yang telah ditetapkan melalui program penyediaan jasa telekomunikasi oleh penyelenggara telekomunikasi.

Kontribusi dana USO adalah jenis penerimaan negara yang tidak disebutkan dalam UU nomor 20 tahun 1997 tentang PNBP.

Pungutan kontribusi USO diatur dalam UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Pengelolaannya wajib mematuhi, UU nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sedangkan untuk dana USO yang sumber dan tujuannya sangat spesifik, Pemerintah belum mengatur mekanisme penggunaannya, dan UU nomor 01 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Oleh sebab itu, kini BTIP "terpaksa" menggunakan pola keuangan BLU yang sebenarnya tidak pas, karena falsafah USO berbeda dengan falsafah badan layanan umum.

Untuk badan layanan umum seperti Rumah Sakit dan unit-unit layanan yang serupa, Pemerintah telah menerbitkan aturan pengelolaan keuangan yang dikecualikan berupa PP nomor 23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU).

Dengan PP tentang pelaksanaan/ pengelolaan dana USO, maka misi Pemerintah untuk membangun masyarakat informasi berbasis pengetahuan sebagaimana diamanahkan dalam UU no 17 tahun 2007 tentang RPJP 2005~2025 dan Keppres 20 tahun 2006 tentang Dewan TIK Nasional akan menjadi lebih mudah dan cepat dicapai.

Tulisan ini dan informasi-informasi mengenai perkembangan ICT Indonesia lainnya dapat dibaca di Majalah ICT Edisi No. 16-2013 di sini