MAJALAH ICT – Jakarta. Keterbatasan akses pada sistem perijinan penyelenggaraan penyiaran menyulitkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam melakukan pemantauan terhadap konten-konten siaran yang hadir di tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan adanya pemangkasan kewenangan KPI dalam proses perizinan lewat Undang-Undang Cipta Kerja di tahun 2020. Hal tersebut disampaikan Ketua KPI Pusat Ubaidillah dalam Rapat Koordinasi 3 KPI Daerah : Jakarta, Banten dan Jawa Barat yang diselenggarakan oleh KPID Jakarta.
Saat ini KPI tidak tahu jumlah lembaga penyiaran yang mendapatkan izin terbaru, termasuk berapa banyak lembaga penyiaran yang pindah kepemilikan atau pun sudah tidak bersiaran, ujar Ubaidillah. Sementara kewajiban pengawasan konten tetap melekat pada lembaga ini. Karenanya, menurut Ubaidillah, Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan atas perizinan televisi dan radio, harus menyampaikan secara reguler perkembangan Ijin Penyelenggaran Penyiaran (IPP) yang ada di pangkalan data mereka.
Belum lama ini, KPI melakukan klarfikasi terhadap salah satu televisi yang ternyata sebelumnya punya call sign berbeda. Ketiadaan akses ini yang menyulitkan KPI untuk melakukan verifikasi atas pelanggaran konten siaran yang dilakukan LP-LP yang baru mendapat IPP, tambahnya.
Kondisi penyiaran terkini dan segala dinamikanya menjadi bahasan dalam Rapat Koordinasi 3 KPID yang memiliki irisan di beberapa wilayah siaran. Menurut Ketua KPI Jakarta, Rizky Wahyuni, dalam praktek pelayanan kepada publik, pihaknya kerap kali melakukan kegiatan lintas provinsi seperti di Bekasi atau Depok, lantaran banyak siaran radio di Jakarta juga menjangkau warga di provinsi tetangga. Rizky juga mengatakan, program Forum Masyarakat Peduli Penyiaran (FMPP) lintas 3 KPID ini harus dapat diwujudkan dalam rangka penguatan kelembagaan KPI di tengah masyarakat.
Catatan dari Ubaidillah ini juga diakui oleh anggota KPID Jakarta yang lain, Thomas Bambang. Menurutnya, salah satu alasan pemberian IPP kepada Betawi TV yang proses pertamanya melalui KPID Jakarta lewat Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) karena mengusung konsep budaya Betawi lewat proposal pendirian TV. Selayaknya ketika terjadi perubahan format siaran, KPI selaku regulator penyiaran, juga terinformasikan.
Dalam kesempatan tersebut Ketua KPID Jawa Barat Adiyana Slamet menyampaikan pendapat tentang hilangnya keberagaman konten dalam penyiaran sebagai salah satu pilar tegaknya demokratisasi penyiaran. Kita memang tidak boleh menutup mata pada dinamika penyiaran hari ini, ujar Adiyana. Proyeksi dari sebuah lembaga keuangan internasional, pendapatan lembaga penyiaran pada 2018-2027 terus merosot. Namun bagaimana pun juga, ujar Adiyana, negara tidak boleh abai atas permasalahan dalam ekosistem penyiaran. Ditambah lagi, terkait rencana pengawasan konten di platform digital, menurutnya siapapun yang memegang kewenangan pengawasan tidak ada masalah, yang penting ada aturan dan pengawasn atas semua konten media.
Selain itu, Adiyana juga menyampaikan hasil riset dari KPID yang menunjukan bahwa bagi masyarakat Jawa Barat, konten-konten di media termasuk internet, ternyata tidak melindungi perempuan dan anak, termasuk juga kelompok-kelompok rentan.
Catatan dari Jawa Barat ini juga ditambahkan oleh Jalu Priambodo selaku anggota KPID Jawa Barat Bidang Pengawasan Isi Siaran. Sudah banyak biro-biro televisi di Jawa Barat yang tutup, lantaran kondisi perekonomian yang tidak lagi bersahabat dengan ekosistem penyiaran. Hal ini diperlihatkan dengan semakin sedikitnya peserta yang mengirimkan karya siarannya, untuk Anugerah KPID Jawa Barat. “Karena yang bisa mengirimkan karya adalah televisi yang bironya masih berdiri di Jawa Barat. Kalau tidak memiliki biro, maka tidak ada produksi lokal yang dapat diikutsertakan dalam Anugerah,” tambahnya. KPID sendiri sudah melakukan koordinasi dengan stasiun induk jaringan terkait eksistensi biro di daerah. Namun menurut Jalu, sebaiknya KPI Pusat juga ikut memberikan dukungan lewat koordinasi langsung ke pihak stasiun televisi di Jakarta. Harapannya lembaga penyiaran lebih memperhatikan biro-biro di daerah. “Karena untuk mendapatkan konten lokal, lewat keberadaan biro-biro ini,” ujar Jalu.


















