MAJALAH ICT – Jakarta. Ramainya pemanfaatan frekuensi oleh pihak-pihak yang tidak memiliki izin sebagai penyelenggara telekomunikasi, mendapat komentar keras dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Kominfo secara tegas menyatakan hanya penyelenggara telekomunikasilah yang memiliki izin yang diperbolehkan menggunakan perangkat pemancar yang beroperasi pada pita frekuensi yang masing-masing telah dialokasikan kepada setiap penyelenggara telekomunikasi.
Demikian pernyataan Kementerin Kominfo itu dinyatakan oleh Kepala Informasi dan Humas Gatot S. Dewa Broto. Diungkapkan Gatot, Kementerian Kominfo, khususnya Direktorat Pengendalian Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika Ditjen SDPPI, sejak tahun 2009 sampai dengan saat ini telah menemukenali makin banyaknya penggunaan perangkat penguat sinyal (repeater) yang digunakan oleh masyarakat yang dapat mengakibatkan adanya interferensi (gangguan) terhadap spektrum frekuensi radio. "Adanya penggunaan perangkat penguat sinyal seperti repeater mengakibatkan gangguan frekuensi yang dialami oleh penyelenggara telekomunikasi dan juga pengguna layanan telekomunikasi itu juga," kata Gatot
Menurut Gatot, perangkat penguat sinyal tersebut yang pada umumnya dapat diperoleh dengan mudah di sejumlah pertokoan tertentu dapat memancarkan sinyal yang akan berdampak kepada gangguan BTS milik penyelenggara seluller, sehingga penyelenggara telekomunikasi tidak dapat memberikan layanan yang maksimal kepada para pelanggan di sekitar dimana suatu BTS berada yang terdekat dengan maraknya penggunan repeater.
Ditandaskan lelaki yang baru saja mendapat Award sebagai Jubir pemerintah terbaik 5 tahun berturut-turut ini, bahwa hanya penyelenggara telekomunikasilah yang memiliki izin yang diperbolehkan menggunakan perangkat pemancar yang beroperasi pada pita frekuensi yang masing-masing telah dialokasikan kepada setiap penyelenggara telekomunikasi. "Repeater illegal yang beroperasi di banyak wilayah di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Medan dan sebagainya sangat mengganggu performansi jaringan milik penyelenggara telekomunikasi yang pada akhirnya merugikan masyarakat secara luas. Selama ini pihak Kementerian Kominfo melalui beberapa Balai Monitoring Spektrum Frekuensi Radio sesungguhnya sudah sangat giat dalam melakukan penertiban, namun kadang kalah cepat karena pemasangan repeater illegal di lapangan yang semakin massif," ujarnya.
Dikatakan Gatot, kepada para pemilik, pedagang atau pengguna perangkat penguat sinyal dihimbau untuk tidak menggunakan perangkat tersebut karena akan melanggar UU Telekomunikasi Pasal 32 ayat (1) dimana Perangkat telekomunikasi yang diperdagangkan, dibuat, dirakit, dimasukkan dan atau digunakan di wilayah Republik Indonesia wajib memperhatikan persyaratan teknis dan berdasarkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kemudian Pasal 38 yang berbunyi Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi. "Pelanggarnya, Pada Pasal 52, Barang siapa memperdagangkan, membuat, merakit, memasukkan, atau menggunakan perangkat telekomunikasi di wilayah negara Republik Indonesia yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam pasal 32 (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan Pasal 55, Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)," tandas Gatot.