MAJALAH ICT – Jakarta. Dalam beberapa hari ini, media diramaikan pemberitaan mengenai proses penataan 3G. Ada keterangan berbeda yang disampaikan Kemnterian Komunikasi dan Informatika dan PT AXIS Telekom Indonesia sehubungan dengan proses migrasi AXIS dari blok 2 dan 3 ke blok 11 dan 12. Kominfo mengatakan bahwa AXIS lah yang ‘nakal’ dalam proses migrasi, sementara AXIS menuding Kominfo melakukan pengebirian terhadap peraturan menteri mengenai proses harmonisasi dalam migrasi antara UMTS dan PCS yang berujung pada terjadinya interferensi di jaringan AXIS.
Sebagaimana diketahui, proses migrasi 3G sudah dimulai sejak akhir Mei lalu. Axis, yang dijadwalkan selesai melakukan migrasi pada 22 Juli ternyata gagal tepat waktu karena kendala interferensi dengan sinyal PCS milik Smart Telecom. Terkendalanya Axis dalam melaksanakan migrasi tentunya berimbas pada operator lainnya, karena satu dengan yang lain sangat berkaitan, kecuali di wiayah-wilayah yang tidak ada sinyal Axis, maka operator seperti Telkomsel, Indosat dan XL bisa langsung melakukan migrasi.
Sialnya, kendala migrasi Axis justru berada di wilayah utama pemasarn seluler 3G, yaitu Jawa, Bali, dan Lombok, yang mana sekitar 80% pengguna seluler berada di wilayah tersebut.
Dua teknologi, dari dua negara yang berbeda, yaitu antara PCS dan WCDMA, tentunya akan saling sulit berdekatan. Teknologi yang sama dengan dua vendor yang berbeda saja susah menyatu, apalagi ini dari dua kutub teknologi yang sangat berbeda, yaitu AS dan Eropa.
Dari kaca mata AXIS, Kominfo seakan kurang tegas dalam menyelesaikan gangguan interferensi dan seakan lepas tangan dan menyerahkannya kepada operator di lapangan. Apalagi, jumlah BTS yang terkena interferensi tak main-main, sampai 1.935 unit atau lebih dari 50% BTS milik Axis.
Selama PCS masih bercokol disitu, maka diprediksi tidak akan pernah ada migrasi 3G, karena di berbagai negara seperti India, kedua teknologi itu tak bisa ‘akur’. Pemerintah India akhirnya memindahkan PCS dari pita 3G WCDMA, ke pita lainnya.
Smart Telecom yang berteknologi PCS CDMA menempati frekuensi terluar 3G di pita 2,1 GHz dan berdampingan dengan alokasi yang diberikan untuk Axis yang berteknologi WCDMA di blok 11 dan 12. Pemerintah dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) sendiri sudah mendorong agar Smart dan operator CDMA lainnya di pita 800 MHz untuk merger dan menjadi satu entitas besar.
Smart sendiri merupakan hasil merger dari Primasel dan Wireless Indonesia (WIN) yang membawa teknologi pasket switch EV-DO dan oleh pemerintah ditempatkan di pita 3G dengan konsekuensi membayar BHP seperti operator 3G meski akhirnya Smart menang di PTUN sehingga membayar BHP sama seperti operator CDMA lainnya.