MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan bahwa proses migrasi dalam rangka penataan frekuensi 3G harus selesai sesuai jadwal. Sebab jika tidak, yang dirugikan tidak hanya operator AXIS saja, melainkan juga pengguna dari empat operator lainnya.
Demikian penegasan itu disampaikan Kepala Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto. "ika penataan 3G ini tidak dapat diselesaikan sesuai jadwal, yang dirugikan tidak hanya pelanggan penyelenggara telekomunikasi AXIS saja, tetapi juga pelanggan dari 4 penyelenggara telekomunikasi lainnya yang nota bene jumlahnya jauh lebih banyak dan berlipat dan belum lagi dengan kepastian investasi yang harus dijaga secara konsisten," tegas Gatot menyikapi informasi yang disampaikan AXIS mengenai keberatan memenuhi jadwal migrasi berpindah ke blok 11 dan 12 karena masih mengalami gangguan interferensi yang diduga berasal dari penyelenggara PCS1900. Sehingga melakukan perpindahan kembali (roll-back) ke Blok 2 dan 3.
Diungkapkan Gatot, dalam melakukan kajian teknis sebagai bagian dari proses perumusan substansi PM 30/2012, tim teknis Kemkominfo selalu melaksanakannya bersama-sama dengan perwakilan kelima operator 3G 2,1 GHz dan juga perwakilan Smart Telecom sebagai operator PCS1900. "Tercatat sekurang-kurangnya sebanyak enam kali rapat teknis dan dua kali pengukuran bersama telah dilakukan sepanjang tahun 2012, dimana dalam semua kegiatan tersebut perwakilan Axis selalu hadir dan berpartisipasi aktif. Namun sayangnya personil yang pada saat penyusunan kajian teknis di tahun 2012 tersebut tidak lagi dilibatkan dalam mengawal proses penataan menyeluruh pita 2,1 GHz," jelas Gatot.
Selain itu, menurut Gatot, setelah AXIS menyatakan keberatan dalam melaksanakan perpindahan pada propinsi di Jawa, Bali, NTB dan sebagian Sumatera, pihaknya kemudian mencoba mencari sumber gangguan telah dilakukan pengukuran bersama pada beberapa BTS di Bekasi dengan melibatkan Ditjen SDPPI, UPT, PT Axis Telekom Indonesia dan PT Smart Telekom.
"Hasil di Bekasi menunjukkan bahwa PT Smart Telekom telah memenuhi batas emisi yang ditetapkan dalam PM30/2012 sementara PT Axis tidak sehingga harus melakukan koordinasi dengan PT Smart Telekom melalui pengaturan antena dan pemasangan filter. PT Axis Telekom Indonesia selanjutnya mengharapkan pengukuran yang sama dilakukan pada seluruh titik yang telah dilaporkan yang diduga mengalami gangguan dari PT Smart Telekom," terang Gatot.
Dijelaskan Gatot, dalam melakukan penataan frekuesi radio 2,1 GHz tersebut, Kementerian Kominfo telah mengacu pada Peraturan Menteri Kominfo No. 30 Tahun 2012 (PM 30/2012) tentang Prosedur koordinasi antara penyelenggara telekomunikasi yang menerapkan PCS 1900 dengan UMTS, dan juga Peraturan Menteri Kominfo No. 19 Tahun 2013 (PM 19/2013) tentang Mekanisme dan tahapan pemindahan alokasi pita frekuensi radio pada penataan menyeluruh pita frekuensi radio 2,1 GHz. "Artinya, dasar hukumnya jelas dan itupun dibahas bersama dengan seluruh pihak terkait (khususnya para penyelenggara telekomunikasi dengan layanan frekuensi radio 2,1 GHz," ujar Gatot.
Menurut Gatot, Kementerian Kominfo berpandangan bahwa selama ini telah berusaha maksimal melibatkan operator UMTS termasuk PT Axis Telekom Indonesia dalam proses pembahasan PM30/2012 dan PM19/2013, sehingga mengharapkan adanya dukungan operator UMTS termasuk PT Axis Telekom Indonesia serta operator PCS1900 agar pelaksanaan penataan menyeluruh pita frekuensi radio 2,1 GHz dapat terlaksana sesuai jadwal yang ditetapkan.
Dalam menjalankan prosedur penanganan gangguan yang merugikan, diperlukan adanya langkah-langkah percepatan agar proses retuning tetap berjalan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, salah satunya adalah dengan menyederhanakan metode pengukuran. "Penyederhanaan metode pengukuran adalah dengan melakukan metode pemilihan (sampling) pada saat melakukan pengukuran terhadap Base Station-Base Station AXIS yang dilaporkan terinterferensi maupun pada Base Station-Base Station milik Smart Telecom yang diduga menimbulkan interferensi. Dengan demikian, tidak perlu dilakukan pengukuran di semua Base Station AXIS yang terinterferensi," papar Gatot.
Dengan adanya penyederhanaan, lanjut Gatot, pihak UPT Bidang Monitor Spektrum Frekuensi Radio selanjutnya cukup melakukan pengamatan visual (uji validasi) pada setiap perangkat Base Station AXIS maupun Smart Telecom. "Jika merk dan jenis perangkatnya sama, maka UPT akan dapat langsung menarik kesimpulan mengenai unjuk kinerja dari perangkat tersebut," ujarnya.
Penyederhanaan metode pengukuran didasarkan pada pertimbangan teknis bahwa untuk merk dan jenis perangkat Base Station yang sama akan menghasilkan unjuk kinerja dan profil gelombang radio yang juga sama. Terhadap penggunaan metode sampling, pihak AXIS melalui Penanggung Jawab Operasionalnya telah menyatakan persetujuannya pada saat diskusi tanggal 17 Juli 2013. "Sayangnya, persetujuan pihak AXIS terhadap penggunaan metode sampling tersebut dibantah di dalam surat No. 057/AXIS-EA/07/2013 tanggal 22 Juli 2013, dengan menyatakan bahwa AXIS meminta dilakukannya pengukuran bersama di semua Base Station AXIS yang telah dilaporkan mengalami gangguan interferensi," kata Gatot lagi.
Menurut Gatot, dalam kasus interferensi PCS1900 terhadap UMTS, penanganannya harus dilakukan oleh kedua belah pihak secara bersamaan, baik oleh penyelenggara UMTS sebagai pihak yang mengalami interferensi maupun penyelenggara PCS1900, tidak bisa diselesaikan hanya oleh satu pihak diantaranya. "Mengacu pada surat pernyataan yang ditandatangani langsung oleh Erik Aas selaku President Director/CEO PT Natrindo Telepon Seluler (sekarang bernama AXIS) pada tanggal 6 Desember 2011, pihak AXIS telah menyatakan kesediaanya untuk tunduk pada ketentuan penataan pita frekuensi radio 2,1 GHz yang ditetapkan oleh Pemerintah cq . Kementerian Komunikasi dan Informatika," tandas Gatot.
Mendengar penjelasan Kominfo yang menyatakan bahwa pihaknyalah yang bersalah dalam kasus penataan atau migrasi AXIS dari blok 2 dan 3 ke blok 11 dan 12, sebagaimana disampaikan Kepala Informasi dan Humas Kementeria Kominfo, Gatot. S. Dewa Broto, AXIS meradang. "AXIS beranggapan bahwa penyederhanaan proses dilakukan secara berlebihan dan tidak sesuai dengan PM.19/2013. AXIS berharap semua pihak yang terlibat dalam proses migrasi untuk benar-benar memperhatikan dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan pemerintah, karena saat ini beberapa pihak masih belum menjalankannya sesuai peraturan," tulis siaran persnya.
Ditambahkannya, AXIS telah menyampaikan bukti kuat adanya interferensi yang berbahaya di beberapa provinsi dan mengharapkan pemerintah untuk dapat membantu menyelesaikan permasalahan ini sebelum AXIS melakukan migrasi jaringannya ke blok 11 dan 12. "AXIS berkewajiban untuk memastikan kualitas layanan bagi 17 juta pelanggannya, dan hal ini tidak dapat dikompromikan," tegas AXIS.
Soal kasus kesalahan di Bekasi yang dituduhkan Kominfo, pengukuran bersama dengan pemerintah dan pihak terkait telah dilakukan di lokasi yang telah dipilih di wilayah Bekasi. Berdasarkan hasil satu pengukuran ini, AXIS memahami bahwa pemerintah ingin mengaplikasikan hasil satu pengukuran tersebut ke 3500 lokasi lainnya di seluruh wilayah jangkauan AXIS tanpa adanya tindak lanjut untuk permasalahan interferensi berbahaya yang dialami AXIS.
"Mengacu pada ijin AXIS No. 425/KEPIM/KOMINFO/07/2012 poin 2.2.20, pemerintah memberikan jaminan bahwa frekuensi radio yang dialokasikan untuk AXIS terbebas dari sumber interferensi. AXIS akan terus melanjutkan proses migrasi ke blok 11 dan 12, apabila seluruh proses untuk menyelesaikan permasahan interferensi berbahaya telah dilakukan sesuai dengan isi PM.19/2013," tandas AXIS.
Namun begitu, di sisi lain, AXIS mendukung penuh penataan ulang pita frekuensi 2,1 GHz, AXIS, operator online terkemuka di Indonesia, telah melakukan langkah-langkah untuk memastikan implementasi migrasi spektrum 3G sesuai jadwal. Saat ini, proses migrasi AXIS telah selesai dilakukan untuk wilayah-wilayah dimana tidak teridentifikasi adanya interferensi berbahaya, seperti di Sumatera Barat dan Sumatera Selatan, Kepulauan Riau, dan Kalimantan. Selanjutnya, AXIS juga telah menyelesaikan tahapan akhir proses migrasi di wilayah Sumatera Utara dan Provinsi Riau dan saat ini dalam tahap monitoring pasca migrasi.
"Proses yang sama belum dapat dilakukan di wilayah Bali, Lombok, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan DKI Jakarta dimana perusahaan mengidentifikasikan adanya interferensi berbahaya. Namun, untuk memenuhi peraturan pemerintah, pada 20 Juli 2013 AXIS telah melakukan migrasi seluruh jaringannya ke blok 11 dan 12. Namun karena adanya dampak interferensi dan tingginya keluhan pelanggan yang sangat signifikan, AXIS harus mengembalikan jaringannya ke blok 2 dan 3. AXIS juga telah menyampaikan laporan mengenai permasalahan interferensi kepada pemerintah mulai Mei hingga Juli 2013 dan masih menunggu penyelesaian masalah untuk kendala interferensi yang telah dilaporkan sebelumnya, sesuai dengan isi PM No.19/2013," tulis AXIS.