MAJALAH ICT – Jakarta. Laksana api dalam sekam, begitulah hubungan antara kurator kasus pailit Telkomsel, dengan anak perusahaan Telkom ini. Lama tak terdengar gimana perkembangan "sengketa" pembayaran biaya kurator, mantan kurator Telkomsel Fery Samad mengatakan masih menunggu putusan Peninjauan Kembali (PK) terhadap keputusan Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat, yang diajukan Telkomsel ke Mahmakah Agung.
Menurut Fery, PK terhadap keputusan Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat pun dinilai tidak tepat. Sebab, dalam Pasal 91 Undang-Undang Kepailitan ditegaskan, penetapan pengadilan soal biaya kurator tidak bisa dipersoalkan kembali di pengadilan. Fery menegaskan, akan melayangkan gugatan bila Telkomsel tidak juga membayar. “Setelah PK diputus, kami akan meminta penetapan eksekusi dan penyitaan aset Telkomsel,” tandas fery.
Ditegaskan Fery, penyitaan aset dapat dilakukan sesuai Undang-Undang Kepailitan. Bahkan Fery sangat yakin, PK Telkomsel bakal ditolak oleh Majelis Hakim Agung denan melihat kasus yang terjadi pada PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Menurut Fery, saat itu Majelis Hakim Agung menetapkan bahwa tidak ada upaya hukum yang bisa dilakukan terhadap penetapan fee kurator oleh pengadilan. Penetapan itu harus dilaksanakan. "Kami tetap menghargai upaya hukum ini. Gugatan eksekusi dan penyitaan akan segera dilayangkan pasca putusan PK nanti," ancam fery.
Sebagaimana diketahui, Telkomsel menolak membayar fee kurator dalam kasus kepailitannya dengan PT Prima Jaya Informatika karena sejumlah alasan, yang pertama, karena kepailitan Telkomsel telah dibatalkan, sehingga tidak ada tindakan pemberesan yang dilakukan kurator. Kedua, fee kurator menjadi beban Pemohon Pailit (PJI) karena Telkomsel batal pailit sebagaimana yang diatur pada pasal 2 ayat (1) huruf c PERMENKUMHAM No.1 Tahun 2013, tanggal 11 Januari 2013. Tugas Kurator dianggap berakhir dengan melakukan Pengumuman atas Batalnya Kepailitan Telkomsel, pada tanggal 14 Januari 2013 di dua media cetak nasional, sehingga yang berlaku adalah Permen Kumham No. 1 Tahun 2013.
Karena itu kemudian, seperti disampaikan Direktur Utama Telkomsel Alex J Sinaga, Telkomsel telah mengirimkan surat keberatan dan perlawanan kepada MA pada 12 Februari 2013. Sedangkan pada 14 Februari, Telkomsel juga mengirimkan surat tanggapan kepada kurator. Alex menegaskan, semua upaya hukum ini berada di jalur yang tepat. ”Kami berharap, MA dapat memberikan keadilan ke Telkomsel,” harap Alex.
Sekadar mengingatkan, kasus ini bermula pada 21 Juni 2012, Telkomsel menghentikan kontrak secara sepihak, sehingga merugikan distributor voucher isi ulang Kartu Prima PT PJI, senilai Rp5,3 miliar. Padahal, kerjasama antara Telkomsel dengan PT Prima disepakati sejak 1 Juni 2011 sampai Juni 2013.
Akibatnya, PJI menanggung kerugian Rp5,3 miliar. Selanjutnya, PJI mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Pada 14 September, Majelis Hakim PN Jakpus yang dipimpin Agus Iskandar memutuskan Telkomsel pailit atas permohonan. Telkomsel kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA kemudian telah mengabulkan permohonan kasasi Telkomsel terkait permohonan pailit yang diajukan PJI ke Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat. Perkara itu diputus oleh Majelis Hakim Agung Abdul Kadir Mappong, Suwardi dan Sultoni, pada Rabu (21/11). Telkomsel pun tak jadi pailit.
Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan (UU) Nomor 37 tahun 2004, perusahaan yang dinyatakan pailit wajib membayar bea kurator sebesar 1,5-2 persen dari total aset perusahaan. Angka yang muncul ketika kasus ini merebak adalah Rp1 Triliun.
Mendapat dukungan dari mana-mana, termasuk Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, PT Telkomsel akan membawa persoalan fee kurator sebesar Rp146,808 Miliar ke berbagai lembaga negara seperti Mahkamah Agung, Komisi Yudisial (KY), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Telkomsel malah menuduh penetapan fee kurator sarat dengan dugaan praktik konspirasi yang mengarah ke mafia peradilan.
Dukungan kepada Telkomsel mengalir tak hanya dari komunitas telematika, juga dari Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan. Dahlan menyerukan kepada Telkomsel, sebagai anak perusahaan telekomunikasi BUMN PT Telkom, untuk melawan para kurator yang tetap berkeras memalak pembayaran pada Telkomsel sebesar Rp146,808 Miliar.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menilai bahwa fee kurator kasus pailit Telkomsel sebesar Rp146, 808 Miliar adalah tidak wajar. Bagi Amir, hal yang aneh bagaimana mungkin seorang termohon yang tidak pailit kemudian dibebani biaya pengurusan harta pailit dengan persentase dari total aset yang dimilikinya.
Kurator kasus pailit Telkomsel, Feri Samad, menilai bahwa pernyataan pejabat publik, Menteri Hukum dan HAM serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia menyesatkan masyarakat dan misleading.
Pernyataan pejabat publik itu bisa berpengaruh kepada peradilan. Hal itu menciderai prinsip-prinsip negara hokum.
“Keputusan Mahkamah Agung jelas menyatakan Telkomsel tidak pailit alias membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Jadi, tidak ada pihak yang pailit. Telkomsel tidak pailit. Karena itu fee kurator yang diminta sebesar itu tidak wajar,” kata Amir kepada wartawan.
Dengan terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 1/2013, maka Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus tidak berlaku lagi karena berpotensi memeras perusahaan- perusahaan besar.
Sementara itu, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia menilai bahwa biaya untuk membayar kurator kasus kepailitan Telkomsel sebesar Rp146,808 Miliar adalah hal aneh.