Majalah ICT – Jakarta. Studi baru Microsoft yang mengungkapkan 63% dari DVD perangkat lunak palsu dan komputer dengan copy illegal Windows mengandung infeksi malware berisiko tinggi dan virus.
Studi ini dilakukan oleh Microsoft’s Security Forensics team pada 118 sampel yang dibeli dari penjual di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Secara keseluruhan, dalam studi awal ini menemukan 2.000 kasus infeksi malware dan virus – termasuk varietas yang sangat berbahaya seperti backdoors, hijackers, droppers, bots, cracker, pencurian password, dan trojan.
Penelitian lebih lanjut mengungkapkan bahwa dari 77 % komputer yang diperiksa, Windows Update telah dinonaktifkan atau kembali dialihkan ke layanan pihakketiga.
Dengan Windows Update yang dinonaktifkan, system komputer tidak melewati pengecekan keaslian software asli dan juga ditolak untuk mengakses pembaharuan system keamanan yang kritis, sehingga system menjadi tidak berdaya terhadap serangan cyber berbahaya, infeksi virus dan hacking.
Para kriminal di dunia maya menggunakan malware untuk berbagai kegiatan ilegal invasive yang menghasilkan keuntungan dari mencuri kegiatan perbankan konsumen dan informasi
kartukredit, melakukan spamming e-mail ke konsumen dan kontak social media dengan melakukan permintaan palsu untuk sumbangan amal atau penawaran palsu (misalnya, untuk obat resep palsu).
Belakangan, kegiatan ini dilakukan oleh atau dengan arahan yang terorganisir, untuk keuntungan pelaku usaha kriminal.
Bagi pelaku bisnis, risiko yang terkait dikarenakan menggunakan komputer yang terinfeksi malware, software bajakan yaitu termasuk rendahnya produktivitas TI, kegagalan system kritis dan gangguan pelayanan, dan pencurian data rahasia perusahaan menyebabkan kerugian finansial yang parah dan membahayakan reputasi.
“Studi ini jelas menunjukkan bahwa menggunakan perangkat lunak palsu adalah situasi yang berbahaya,” kata Astrid S. Tuminez, Regional Director Corporate and Legal Affairs Microsoft Southeast Asia.
“Software bajakan merupakan tempat berkembang biak bagi cybercrime, dan biaya menggunakannya berpotensi jauh lebih tinggi dari harga beli software asli. Kami ingin membantu konsumen memahami risiko yang terlibat dan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan penggunaan PC yang aman.”
Menurut Laporan Norton Cybercrime 2012, biaya konsumen global dari cybercrime adalah US$100 miliar per tahun, dengan dampak per-korban rata-rata US$197.