MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah akhirnya membuka investasi di perdagangan elektronik atau e-commerce. Jika sebelumnya sempat dibuka wacana investasi asing hanya 30 persen, kemudian meningkat 60 persen, sampai ada keinginan bisa 100% asing, keputusan final disebutkan pada angka 49% untuk investasi asing.
Demikian keputusan pemerintah disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara. "Ada 31 usulan inisiatif produk e-commerce, dari sisi investasi nanti membuka Daftar Negatif Investasi e-commerce yang sekarang tidak boleh asing, nanti kita buka 100% boleh asing boleh,” ungkap Rudiantara.
Meski membuka 100% asing, Rudiantara menjamin e-commerce untuk asing tidak akan mengganggu pasar e-commerce lokal yang sebagian besar tergolong Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Hal itu karena aturan baru e-commerce nantinya akan mengenakan pajak tinggi kepada perusahaan e-commerce asing.
“Semangatnya dikembangkan regulasi yang tidak ketat, seperti ikan kalau dikencangin mati, kalau terlalu lunak juga kabur," ujar Rudiantara.
Petajalan yang dikatakan Kementerian Kominfo telah selesai, diharapkan memihak pada golongan UKM. "Yang utama dari pengaturan e-commerce adalah menumbuhkan bisnis UKM di Indonesia dan mengutamakan pengembangan bisnis lokal,” kata Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi.
Ditegaskan Heru Sutadi, kalaupun pihak asing nantinya ikut bermain di sektor e-commerce maka harus bisa menimbulkan efek positif di sektor UKM. "Kalaupun asing masuk harus investasi, bukan sekadar buka kantor untuk mengajak merchant lokal gabung dan mempermudah yang mau iklan saja," sambung mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) itu.
Sementara itu, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyatakan bahwa petajalan atau roadmap mengenai perdagangan online atau e-commerce yang disebutkan akan segera diluncurkan pada akhir bulan ini belum final. Hal itu karena sesungguhnya masih banyak yang harus dibicarakan kembali khususnya mengenai investasi asing.
Demikian disampaikan Kepala Bekraf Triawan Munaf. Dijelaskannya, roadmap e-commerce yang dibicarakan antarkementerian dalam rakor di bawah pimpinan Menteri Koordinator (Menko) bidang Perekonomian belum bersifat final. Hal yang perlu dibicarakan lagi adalah mengenai Daftar Negatif Investasi (DNI) terkait investasi asing yang dibuka untuk sektor e-commerce.
"Belum difinalkan. Masih banyak yang masih dibicarakan lagi tentang misalnya DNI e-commerce. Perlu dilihat lagi apa yang mesti dibuka," kata Triawan. Dijelaskannya, pembahasan peta jalan e-commerce tidak menemui hambatan, hanya saja masih banyak hal yang perlu didalami seperti perusahaan-perusahaan asing yang diperbolehkan untuk berinvestasi 100 persen di Indonesia serta kesamaan level antara pelaku e-commerce dalam negeri dan luar negeri.
Ditambahkan oleh ayah penyanyi Sherina Munaf ini, harus ada keadilan bagi pelaku usaha dalam membayar pajak, misalnya, yang dari luar negeri tidak bayar pajak. "Itu tidak adil. Harus ada peraturan-peraturan yang bisa cepat dilakukan, Menkeu minta cepat karena pajaknya besar sekali kita kehilangan. Mereka tidak dipaksa untuk membentuk badan usaha tetap di sini, jadi mereka harus membentuk BUT supaya mereka bisa bayar pajak dengan transaksi yang mereka dapat dari seluruh Indonesia," tandasnya.
Tulisan ini bisa dibaca dalam Majalah ICT No.41-2016 di sini