Search
Kamis 10 Oktober 2024
  • :
  • :

Mayoritas Perusahaan Indonesia Gunakan Komputasi Awan Palsu

MAJALAH ICT- Jakarta. Symantec mengeluarkan riset terbarunya mengenai Cloud Survey 2013. Hasilnya cukup mengejutkan, mayoritas perusahaan Indonesia menggunakan komputasi awan palsu. "Penerapan solusi komputasi awan palsu itu ditemukan di 92 persen perusahaan Indonesia yang disurvei Symantec pada 2012," kata System Engineer Indonesia Symantec, Martin Ruslan. 

Menurut Martin, penelitian dilakukan pada 100 perusahaan Indonesia. Dari 100 perusahaan itu, komputasi awan palsu atau dikenal dengan rogue cloud, dialami oleh 83% perusahaan besar dan 70% usaha kecil dan menengah. 

Adapun yang dimaksud dengan komputasi awan palsu, jelas Martin, adalah implementasi layanan komputasi awan publik yang tidak dikelola divisi teknologi informasi dalam perusahaan ataupun terintegrasi dalam infrastruktur TI perusahaan. Keputusan menggunakan komputasi awan palsu itu, menurut Martin, ditempuh perusahaan-perusahaan berdasarkan alasan penghematan waktu dan uang.

Selain komputasi awan palsu, Symantec juga menemukan fakta bahwa ada sejumlah kendala penerapan layanan komputasi awan bagi perusahaan yang seringkali justru menyimpan biaya tak terduga. Kendala-kendala itu antara lain, backup dan pemulihan data di komputasi awan, penyimpanan data di cloud yang tidak efisien, kepatuhan persyaratan layanan dan eDiscovery serta persoalan pengiriman data.

Apa yang disampaikan Symantec, tidak jauh berbeda dengan temuan dari hasil penelitian Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) beberapa waktu lalu. Hasil penelitian dari Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) terhadap 100 perusahaan di Indonesia mengungkapkan hal-hal utama yang menjadi kekhawatiran ketika publik cloud computing diimplementasikan, antara lain masalah security (31,9 persen), reliability (27,65 persen), integrasi dengan legacy system (12,76 persen), sementara untuk private cloud computing prioritas beralih menjadi masalah reliability (20 persen), integrasi dengan legacy system (20 persen), security (17,77 persen).

Menurut Direktur LPPMI Kamilov Sagala, cloud computing dibutuhkan karena mampu menawarkan fleksibilitas dalam perspektif bisnis, mengurangi biaya operasional, dan alokasi sumber daya yang dinamis berdasarkan perspektif teknis.