MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan menyerukan kepada Telkomsel, sebagai anak perusahaan telekomunikasi BUMN PT Telkom, untuk melawan para kurator yang tetap berkeras menagih pembayaran pada Telkomsel sebesar Rp 146,808 Miliar. "Karena dipalakin (peras-red), jadi saya minta direksi untuk melawan," tegas Dahlan.
Dukungan Dahlan ini artinya sudah dua menteri yang mendukung langkah Telkomsel untuk tidak membayar kurator seperti yang ditetapkan. Sebelumnya Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin juga menegaskan hal serupa.
Kurator kasus pailit Telkomsel, Feri Samad, menilai bahwa pernyataan pejabat publik, Menteri Hukum dan HAM serta Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia menyesatkan masyarakat dan misleading. Menurut Feri, pernyataan yang dibuat dan disampaikan ke media mengenai imbalan kurator dapat mempengaruhi proses peradilan.
"Pernyataan pejabat publik itu bisa berpengaruh kepada peradilan. Hal itu menciderai prinsip-prinsip negara hukum," sesal Feri. Apalagi, menurut Feri, ada pernyataan dari Amir Syamsuddin selaku Menkumham yang menyatakan bahwa Permen Kumham No. 1 tahun 2013 dibuat untuk kepentingan Telkomsel. "Agar Telkomsel lepas dari kewajiban membayar imbalan jasa kurator," ujarnya.
Feri juga menyesalkan pernyataan BRTI yang mempertanyakan kenapa yang menetapkan imbalan jasa kurator hakim yang sama. "Ini pernyataan dari pejabat yang tidak tahu undang-undang," cetusnya. Karena itu, lanjut Feri, sampai kapanpun soal imbalan kurator ini akan terus diperjuangkannya. Dirinya berjanji, jika imbalan didapatkan, maka akan diberikan untuk lima yayasan yatim piatu dan kaum dhuafa yang sudah ditunjuknya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin menilai bahwa fee kurator kasus pailit Telkomsel sebesar Rp. 146, 808 Miliar adalah tidak wajar. Bagi Amir, hal yang aneh bagaimana mungkin seorang termohon yang tidak pailit kemudian dibebani biaya pengurusan harta pailit dengan persentase dari total aset yang dimilikinya.
"Keputusan Mahkamah Agung jelas menyatakan Telkomsel tidak pailit alias membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Jadi, tidak ada pihak yang pailit. Telkomsel tidak pailit. Karena itu fee kurator yang diminta sebesar itu tidak wajar," kata Amir kepada wartawan.
Ditegaskan Amir, dengan terbitnya Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 1/2013, maka Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus tidak berlaku lagi karena berpotensi memeras perusahaan-perusahaan besar. "Aturan itu tidak berlaku lagi. Sudah saya cabut. Saya khawatir ke depan cara-cara seperti ini akan ditiru oleh orang-orang untuk melakukan tekanan kepada perusahaan-perusahaan besar yang dilihat asetnya besar, seperti Telkomsel," tegas Amir.
Sementara itu, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia menilai bahwa biaya untuk membayar kurator kasus kepailitan Telkomsel sebesar Rp. 146,808 Miliar adalah hal aneh. Demikian dikatakan Anggoat BRTI Ridwan Effendi di Jakarta.
Menurut Ridwan kepada Majalah ICT, seharusnya setelah dinyatakan menang kasasi, maka pailit itu tidak ada. "Ini logika hukum yang aneh dan tak bisa dipahami," sesal Ridwan.
Menurut Ridwan yang telah dua periode duduk sebagai Anggota BRTI ini, kejadian ini akan membuat energi operator habis untuk mengurusi masalah hukum yang tidak jelas penyelesaiannya. Apalagi bagi operator Telkomsel ynag masih memiliki saham Merah Putih. "Mereka memiliki tanggungjawab untuk membangun infrastruktur broadband di negeri ini. Harusnya aparat penegak hukum mendukung program pembangunan nasional. Ini bukannya insentif yang didapat pelaku usaha, tetapi rongrongan demi rongrongan dengan dalih penegakan hukum dan keadilan,” tegas Ridwan.