MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tengah mengkaji aturan penyediaan layanan telekomunikasi di dalam pesawat, terutama menyangkut teknologi, aspek bisnis, dan pentarifan.
Menanggai hal tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala, soal menelepon atau menggunakan data di pesawat terbang membuthkan aturan hukum yang jelas. "Aturan hukumnya harus jelas, jangan sampai nanti dimanfaatkan pihak luar dan menjadikan ini sebagai kasus baru seperti dibawanya Kasus Indosat-IM2 ke Pengadilan Tipikor," kata Kamilov.
Dijelaskan Kamilov, selain UU Telekomunikasi No. 36/1999, ada juga Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. "Aturan mengenai pelarangan pemakaian HP ini tertuan dalam pasal 54 huruf f mengenai pelarangan pengoperasian peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan. Dalam penjelasannya, penumpang yang menggunakan alat elektronik yang bisa mengganggu navigasi bisa dikenai kurungan satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta," urainya. Inilah mengapa harus jelas sandaran hukumnya, kata Kamilov.
Apalagi, "Saat UU itu dibahas di DPR, Kementerian Komunikasi dan Informasi tidak dilibatkan dalam pembahasan," kata mantan Anggota BRTI yang menangani masalah-masalah hukum ini. Kata Kamilov lagi, ada beberapa isu yang menyangkut hal ini seperti soal perpajakan, interkoneksi, pentarifan. "Apalagi jika ke luar atau pesawat dari luar negeri. Yurisdiksi yang mana yang dipakai dalam perpajakan," tanyanya.
Sebelumnya, Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Muhammad Budi Setiawan mengatakan sudah banyak operator dan vendor yang mengajukan izin menyediakan layanan seluler di pesawat menggunakan frekuensi yang digunakan untuk penerbangan.
“Secara teknologi tidak masalah. Namun, yang akan kita atur adalah aspek bisnis, seperti interkoneksi, penarifan, dan jumlah operator yang bisa memberi layanan dalam satu pesawat,” tuturnya di sela-sela penandatanganan nota kesepakatan antara Kemenkominfo dengan Kemenhub soal penggunaan spektrum frekuensi untuk penerbangan, Jumat (26/4).
Menurut dia, sudah ada vendor pesawat seperti Boeing dan vendor TI yaitu Panasonic yang sudah menyediakan fasilitas itu.
Namun, tambahnya, karena di Indonesia regulasinya beum mengizinkan, maka setiap kali melewati wilayah Indonesia, layanan telekomunikasi dalam pesawat itu seharusnya dimatikan.
Sementara itu, Dirjen Perhubungan Udara Hari Bakti mengatakan maskapai yang mengajukan sertifikasi untuk pemberian layanan telekomunikasi dalam pesawat adalah Garuda dan Lion.
“Harus disertifikasi, terutama menyangkut peralatan yang ada, karena menyangkut keselamatan penumpang,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Sammy Pangerapan mengungkapkan menelpon dalam pesawat seharusnya dilarang karena sangat mengganggu kenyamanan penumpang lainnya.
“Kalau dari sisi teknologi memang tidak masalah, tapi seharusnya mempertimbangan aspek etika juga,” katanya.