MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring mengatakan hingga saat ini belum menerima laporan resmi terkait adanya situs Indonesia yang diretas oleh hacker asal Australia.
"Sejumlah pihak menyebutkan adanya perang di dunia maya untuk saling meretas situs antara hacker Indonesia dan Australia usai terungkapnya kasus penyadapan, namun hal itu masih katanya, belum ada laporan resmi," kata Tifatul Sembiring.
Menurut Tifatul jika ada laporan yang masuk secara resmi akan dapat ditindaklanjuti, namun jika sebatas asumsi susah untuk menyikapinya.
Tifatul menegaskan, aksi peretasan merupakan pelanggaran mengacu kepada Undang-Undang No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Tidak boleh ada pejabat yang menyerukan untuk melakukan peretasan," tegasnya.
Terkait antisipasi agar situs pemerintah di Tanah Air tidak mudah dibobol oleh peretas, Kominfo telah melakukan penguatan sistem.
Pada tahun 2012 terjadi aksi dan upaya peretasan situs di Indonesia sebanyak 39 juta kali oleh hacker dari seluruh dunia, namun dapat ditangkal kendati ada beberapa situs pemerintah yang berhasil di jebol.
"Secara umum sudah ada peningkatan sistem keamanan, namun harus diakui kesadaran akan adanya upaya untuk peretasan masih lemah,” ujar Tifatul.
Sebagaimana diketahui, serangan perteas Indonesia ke Australia mendapat dukungan dari DPR dan juga pemerintah. Seperti terakhir disampaikan Staf Khusus Menteri Pemuda dan Olah Raga, Heru Nugroho. Heru yang juga aktif di APJII, dengan tegas mengatakan bahwa hacker Indonesia harus menyerang.
"Banci kalau mengaku hacker Indonesia tapi tak mau menyerang situs Australia dan Amerika Serikat," kata Heru. Ditambahkan Heru, gerakan para peretas itu akan berhenti dengan sendirinya setelah pemerintah Australia meminta maaf atas penyadapan yang telah dilakukannya terhadap negara tetangganya, Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Heru yang juga merupakan pemiliki Melsa Net menegaskan bahwa hendaknya pihak kepolisian jangan menyalahkan para peretas ini karena telah menyerang sejumlah situs di Australia. "Anak-anak itu hanya membela bangsa dan negaranya, jangan disalahkan," tegas Heru.
Soal mata-mata dan penyadapan yang dilakukan beberapa negara terhadap Indonesia ditanggapi secara biasa-biasa saja oleh Pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Reaksinya terhadap urusan negara nampak berbeda 1800 ketika SBY dikaitkan dengan isu Bunda Putri, dimana SBY nampakny begitu tegas. Ketidaktegasan pemerintah akan bangsanya yang diinjak-injak oleh negara lain, membuat para peretas Indonesia yang begerak. Minggu lalu ratusan situs Australia diganti tampilannya atau dideface, dengan harapan Australia meminta maaf terhadap Indonesia. Namun, maaf tak kunjung terucap. Hacker pun semalam kembali menyerang situs vital intelijen Australia www.asis.gov.au. Situs pun dibuat rontok oleh para hacker. Serangan tidak akan berhenti di sini, hari-hari ke depan, nampaknya serangan akan terus dilakukan.
Upaya hacker mendapat dukungan di sana-sini, termasuk wakil rakyat di DPR. Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan pemerintah harus protes keras dan bersikap lebih tegas terkait isu penyadapan yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap Indonesia. "Saya kira, kita perlu protes keras. Sebagai negara yang berdaulat harusnya kita punya sikap, dengan apa yang dilakukan intelijen luar negeri. Maka kita harus lebih tegas, lebih keras lagi," kata Marzuki.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso secara terang-terangan mendukung aksi para peretas. "Kalau kita dilakukan seperti ini, kalau perlu kita menghimpun 1000 hacker," kata Priyo. Menurut Priyo, perang di dunia maya, atau cyber war, tak terelakkan di dunia yang kian terkoneksi ini. "Saya kira perang cyber tidak terhindarkan. Saya tidak mau menyalahkan para hacker Indonesia," tandas Priyo.