MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengeluarkan Surat Edaran mengenai keberadaan layanan over the top (OTT) di Indonesia. Dalam Surat Edaran No.3 tahun 2016 ini, OTT asing diwajibkan untuk memiliki badan usaha tetap di Indonesia dalam menjalankan layanannya.
"Penyedia Layanan Over the Top berbentuk perorangan Warga Negara Indonesia, atau badan usaha Indonesia yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Selain penyedia Layanan Over the Top ketentuan sebagaimana disebutkan, Layanan Over the Top dapat disediakan oleh perorangan atau badan usaha asing dengan ketentuan wajib mendirikan Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk Usaha Tetap didirikan berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan," demikian bunyi Surat Edaran yang ditandatangani Chief RA tanggal 31 Maret 2016.
Dalam Surat Edaran ini, penyedian konten dan aplikasi diwajibkan juga untuk mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, perdagangan, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual, penyiaran, perfilman, periklanan, pornografi, anti terorisme, perpajakan; dan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait lainnya.
Hal lainnya juga adalah melakukan perlindungan data, melakukan filtering konten, melakukan mekanisme sensor, menggunakan sistem pembayaran nasional (national payment gateway) yang berbadan hukum Indonesia, enggunakan nomor protokol internet Indonesia, emberikan jaminan akses untuk penyadapan informasi secara sah (lawful interception) dan pengambilan alat bukti bagi penyidikan atau penyelidikan perkara pidana oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan layanan dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Penyedia Layanan Over The Top dilarang menyediakan layanan yang memiliki muatan bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan konflik atau pertentangan antar kelompok, antar-suku, antar-agama, antar-ras, dan antar-golongan (SARA), menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama, mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum, kekerasan, penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, merendahkan harkat dan martabat manusia, melanggar kesusilaan dan pornografi, perjudian, penghinaan, pemerasan atau ancaman, pencemaran nama baik, ucapan kebencian (hate speech), pelanggaran hak atas kekayaan intelektual serta bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.