MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan saat ini tengah mengkaji penerapan instrumen cukai atas ponsel dan cukai atas pulsa telepon genggam. Menanggapi hal itu, Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan bahwa sudah perlu diberlakukan sistem cukai atas barang tersebut.
Menurut Hidayat, saat ini Indonesia merupakan pasar bagi banyak produsen perangkat elektronik khususnya ponsel, mulai vendor merk terkenal sampai yang tidak diketahui asal-usulnya. "Karena kondisi semacam ini, sudah saatnya diberlakukan sistem khusus untuk mengendalikan produk ponsel impor. Kami juga mendukung kajian pemerintah mengenai penerapan instrumen cukai atas ponsel dan pulsa telepon genggam," kata Hidayat.
Ditambahkan Hidayat, sistem cukai dan penggalakan investasi tersebut kemungkinan besar akan dimulai sekitar 2 tahun ke depan. "Target kami dalam dua tahun ke depan sebagian ponsel import sudah disubstitusi karena industri kita yang bekerja sama dengan luar negeri akan terlaksana," jelasnya.
Sementara itu, Menteri Perdagangan Gita Wiryawan berpendapat bahwa pengenaan cukai pada ponsel dapat dilakukan. Dengan syarat, kebijakan diterapkan jika industrialisasi produk tersebut sudah berkembang di Indonesia. "Kita semestinya harus mengenakan cukai kalau memang sudah siap kapasitas industrinya," kata Gita.
Diberitakan sebelumnya, rencana Kementerian Keuangan untuk mengenakan cukai pada produk telepon seluler, bukan berarti tak akan berdampak apa-apa. Yang jelas hal ini memicu kenaikan harga telepon seluler dan produk handset telekomunikasi lainnya seperti tablet maupun Ipad.
Dari survei pasar yang dilakukan Majalah ICT di Pusat Elektronik Mall Ambassador, para penjualan mengkhawatirkan cukai pulsa akan menaikkan harga ponsel maupun gadget lainnya, dan pada gilirannya akan mengurangi daya beli masyarakat. "Pembeli sangat sensitif harga, naik harga sedikit saja, penjualan berkurang," kata Sari, penjual di Lantai 2 Mall tersebut.
Hal senada disampaikan juga Chandra. Menurut Chandra, saat ini sudah cukup sulit untuk menjual Ponsel. Dan yang banyak laku adalah Ponsel untuk kelas menengah ke bawah. "Kalau cukainya besar, harga akan naik. Pembeli kita selisih Rp. 25 ribu saja masih ngotot-ngototan," cerita Chandra. Chandra menambahkan, sebenarnya, dampak pengenaan pulsa ke pembeli. Karena pembeli kena kenaikan, maka para penjual yang akan terkena dampaknya.
Diberitakan sebelumnya, setelah beberapa waktu lalu Kementerian Keuangan mewacanakan cukai untuk pulsa telekomunikasi, kali ini kembali diwacanakan pengenaan cukai untuk telepon seluler (ponsel). Ketika ditanyakan, Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro mengakui adanya wacana pengenaan cukai bagi telepon seluler, komputer genggam (handheld) dan komputer tablet.
Menurut Bambang, pengenaan cukai pada produk alat telekomunikasi itu disebabkan bea masuknya masih nol persen. Pengenaan bea masuk tidak dapat dilakukan mengingat Indonesia terikat pada konvensi internasional. "Kalau cukai boleh, sedangkan bea masuk tidak boleh," katanya beralasan.
Lebih lanjut, Bambang mengaku belum dapat menyampaikan aspek-aspek apa saja yang terkena cukai produk alat telekomunikasi tersebut. Meskipun demikian, terdapat insentif jika produksi barang-barang yang terancam terkena cukai itu tidak diimpor. "Seperti rokok yang diimpor, kita kenakan cukai tertinggi," ujarnya.
Meski begitu, menurut Bambang, Pemerintah masih mengkaji pengenaan cukai untuk salah satu dari dua alternatif pengenaan cukai untuk alat telekomunikasi ini. Yaitu, antara cukai untuk ponsel atau cukai untuk pulsa.
Sebelumnya, Bambang juga pernah melontarkan pengenaan cukai pada pulsa. Pengenaan cukai pada pulsa telepon seluler dimaksudkan untuk membatasi penggunaannya karena berdampak negatif pada kesehatan.