Search
Jumat 13 September 2024
  • :
  • :

Merasa Dikriminalisasi, Indar Atmanto Curhat Lewat Blog

MAJALAH ICT – Jakarta. Lewat log-nya, mencari-keadilan.com, mantan Dirut IM2 Indar Atmanto menumpahkan isi hatinya terhadap ketidakadilan yang dia alami. Inilah curhat Indar Atmanto:

Saya sebenarnya malu jika kalau kasus dugaan korupsi frekuensi 2,1 Ghz atau 3G oleh PT Indosat-IM2 dibawa ke penyelesaian arbitrase internasional. Sebagai bagian anak bangsa, saya tidak mau Indonesia dipermalukan dimata dunia.

Tapi mau bagaimana lagi, Kejagung tetap bersikeras melanjutkan kasus saya, berlarut-larut pula. Mau tidak mau gayung bersambut, dengan alasan kasus ini tidak mau memakan waktu terlalu lama, pemegang saham mayoritas PT Indosat (Qatar) akan menyelesaikan perkara di luar pengadilan melalui arbitrase.

Walau hanya isu, isi surat dariQatar itu ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tetap santer terdengar kemana-mana. Coba simak pernyataan kawan saya dari Sahabat PeradilanAmicus Brief, Tantowi Yahya, yang juga mendengar isu itu. “Itu pasti yang akan merugikan kita, karena pengalaman yang sudah-sudah itu, 90 persen kasus arbitrase itu dimenangkan oleh negara-negara kaya investor.“

Nah apalagi kalau ditambah dengan alasan kasus arbitrase akan dimenangkan oleh negara-negara kaya investor, jadinya lucu. Ya lucu saja karena saya jelas tidak mau dikatakan, seakan kasus saya berlindung atas nama negara-negara kaya investor. Lalu, Indonesia akan kalah dan malu dalam sidang arbitrase hanya gara-gara bukan negara investor yang kaya. Saya tegaskan sekali lagi, saya juga bagian dari warga negara Indonesia, maka dari itu Kejagung sebaiknya menghentikan kasus saya.

Sudah jelas sebenarnya bahwa kerjasama antara PT Indosat dan IM2 adalah sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada dan tidak melanggar hukum yang berlaku, kenapa Kejagung tetap ngotot. Nah kengototan inilah yang menurut saya menimbulkan ketidakpercayaan negara-negara investor terhadapketidakpercayaan sistem hukum dan praktek penyelesaian sengketa di pengadilan di Tanah Air.

Sekali lagi saya setuju dengan pendapat Tantowi Yahya yang juga selaku anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), terkait dengan ketidakpercayaan hukum. “Industri telekomunikasi itu kan sudah diatur dalam undang-undang  tersendiri yakni UU No 36 dan 39 tentang Telekomunikasi, ini yang akan membuat bingung, UU mana yang harus dihormati oleh pelaku usaha.”

Begini, saya jelaskan bila kasus kerjasama antara PT Indosat dan IM2 dibawa kepenyelesaian arbitrase internasional. Dalam penyelesaian arbitrase internasional, pihak tergugat bukan lagi Kejagung tetapi pemerintah Indonesia sebagai badan hukum publik. Nah ini kan ibarat “karena nila setitik rusak susu sebelanga.” Hanya gara-gara keras kepalanya Kejagung, Pemerintah Indonesia yang ikut kena getahnya.

Ada yang bertanya, kenapa Pemerintah Indonesia jadi ikut bertanggung jawab di dalam penyelesaian arbitrase internasional? Alasannya mudah, Pemerintah Indonesia  dianggap mengeluarkan berbagai regulasi investasi bidang telekomunikasi yang  dianggap merugikan. Nah padahal jelas-jelas yang keblinger pihak Kejagung.

Asal tahu saja ya, Indonesia pernah dipermalukan Karaha Bodas Company L.L.C  saat kasus investasi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Dari kasus tersebut, pemerintah Indonesia melalui Pertamina dan PLN, kalah dan harus membayar USD440 juta, padahal investasi Karaha hanya USD30 juta.

Untuk itu sebelum pihak Qatar membawa kasus kerjasama antara PT Indosat dan IM2 ke International Center for the Settlement of Investment Disputes (ICSID) yang bermarkas di Washington DC, saya memohon ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera memanggil Kejagung agar kasus dugaan korupsi PT Indosat dan IM2 tidak berlarut-larut di Tanah Air.

Tetapi tidak hanya sekedar memanggil saja, pertimbangkanlah pula bahwa kengototan Kejagung jelas-jelas menyalahi aturan Undang-Undang yang berlaku dan tidak ada lagi pihak-pihak yang terdzolimi oleh Kejagung seperti saya misalnya.