Search
Sabtu 6 Desember 2025
  • :
  • :

MUI Dukung Perluasan Kewenangan KPI Awasi Media Baru

MAJALAH ICT – Jakarta. Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendukung perluasan kewenangan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk juga mengawasi konten digital dan media sosial. Pasalnya, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, kewenangan KPI hanya mengawasi lembaga penyiaran TV dan radio.

Hal itu disampaikan MUI dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi I DPR RI dengan topik pembahasan Revisi Undang-Undang Penyiaran. Selain MUI, dalam rapat tersebut juga hadir Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Komite Nasional Pengendalian Tembakau.

Ketua MUI Bidang Infokom KH Masduki Baidlowi, dalam rapat itu menilai penggunaan media sosial perlu diatur, karena terjadi perubahan di masyarakat dalam sistem berkomunikasi.

Menurut dia, televisi atau radio sekarang ini sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat sebab beralih ke media sosial atau media multiplatform.

“Saya kira televisi sudah ditinggalkan masyarakat, sebagai industri sunset, artinya surut, seperti matahari tenggelam. Orang sudah bermedsos dan berinternet semua,” kata Masduki usai RDPU di Ruang Komisi I DPR RI, Gedung Nusantara II Paripurna DPR, Senayan, Jakarta.

Ia mengingatkan, media sosial apabila tidak diatur, maka sangat berbahaya. Dia menjelaskan bahaya media sosial karena di dalamnya terdapat fenomena echo chamber dan confirmation bias algoritma.

“Hal ini bisa memperkuat radikalisme, polarisasi dan intoleransi bersentimen agama, dan ekstrimisme digital, harus jadi atensi pencegahan melalui UU Penyiaran baru,” katanya.

Ia menerangkan, echo chamber adalah gema dalam ruang yang menjadi salah satu subjektifitas algoritma.

Kiai Masduki menambahkan, algoritma hanya mengumpulkan informasi yang subjektif secara sepihak dan tanpa kroscek, sehingga terakumulasi antara satu kelompok yang terus bergema dalam ruangan dan dipercaya sebagai kebenaran.

“Itulah yang membahayakan, ada banyak contoh-contoh yang berbahayanya. Misalnya ISIS mengkader banyak orang dengan sistem ini yang akhirnya menimbulkan pemahaman radikal,” tuturnya.

MUI mendorong agar standar etik dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dan UU Penyiaran, baik norma yang sudah berlaku selama ini maupun yang baru, diperluas penerapannya ke media digital multiplatform seperti YouTube, TikTok, Instagram, maupun yang lainnya.

Selain itu, MUI mengusulkan adanya dewan etika/konsultan syariah di lembaga penyiaran dan platform digital untuk memfilter konten keagamaan.

“Fatwa-fatwa MUI, khususnya yang terkait Pedoman Bermuamalah di Media Sosial dan pornografi dapat menjadi landasan etik dalam perumusan pasal-pasal UU Penyiaran,” kata Kiai Masduki.

Selain itu, MUI mendorong agar UU Penyiaran baru nantinya dapat memperkuat efektifitas larangan yang selama ini sudah berlaku, antara lain, fitnah, hoaks, ujaran kebencian, pelecehan simbol agama, eksploitasi seksual, kekerasan, serta konten yang merendahkan anak, perempuan, disabilitas dan kelompok rentan.

RDPU ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono. Perwakilan MUI yang turut hadir mendampingi Kiai Masduki antara lain Ketua Komisi Infokom MUI KH Mabroer MS, Wakil Ketua Komisi Infokom MUI Idy Muzayyad, dan Sekretaris Komisi Infokom MUI Iroh Siti Zahroh.