Search
Kamis 19 September 2024
  • :
  • :

Musibah Sukhoi Paksa Kementerian Kominfo dan Perhubungan Pantau Gangguan Penerbangan

MAJALAH ICT – Jakarta. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Kementerian Perhubungan (Kemhub) menandatangani Nota Kesepahaman tentang Kerja-Sama Pengamanan Spektrum Frekuensi Radio Untuk Keperluan Penerbangan. Nota Kesepahaman ditandatangani oleh Dirjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Muhammad Budi Setiawan dengan Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti.

Menurut Kepala Informasi dan Humas Kominfo Gatot S. Dewa Broto, latar belakang informasi hingga kemudian terwujudnya Nota Kesepahaman ini adalah bahwa Dirjen SDPPI Muhammad Budi Setiawan bersama Dirjen Perhubungan Udara Herry Bhakti, Direktur Utama Angkasa Pura I Tommy Soetomo dan Direktur Utama Angkasa Pura II Tri Sunoko pada tanggal 29 Mei 2012 dipanggil DPR untuk Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR-RI. "Adapun topik utama pembahasan RDP adalah masalah potensi gangguan frekuensi terhadap penerbangan udara, khususnya pasca terjadinya musibah kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 di Gunung Salak Bogor. Akhirnya, Komisi I DPR RI mendesak Kementerian Kominfo untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio agar penggunaannya sesuai dengan peruntukan dengan mengacu kepada Izin Stasiun Radio (ISR) dan Izin Amatir Radio (IAR) yang ada. Sehubungan dengan itu, Komisi I DPR-RI juga mendesak Kementerian Kominfo bertindak lebih tegas bila menemukan adanya penggunaan frekuensi radio yang tidak berijin atau tidak sesuai ISR dan IAR," jelas Gatot.

Ditambahkan Gatot, guna menindaklanjuti menindaklanjuti RDP tersebut, Ditjen SDPPI dan Ditjen Perhubungan Udara telah beberapa kali mengadakan rapat koordinasi internal untuk penyusunan Nota Kesepahaman tersebut di atas. Rapat ini diperlukan memantapkan dan menyamakan visi dan persepsi antara Ditjen SDPPI dengan Ditjen Hubud mengenai hal yang mesti dituangkan dalam Nota Kesepahaman dimaksud.

Diuraikan pula oleh Gatot, secara substansi, Nota Kesepahaman ini dilatar-belakangi oleh suatu kondisi, bahwa penggunaan frekuensi radio untuk keperluan penerbangan dapat mengalami gangguan baik dari stasiun-stasiun radio penerbangan maupun diluar penerbangan yang dapat mengancam keselamatan penerbangan. "Selain itu, fakta menunjukkan, bahwa dalam rangka menjamin keselamatan penerbangan perlu dilakukan perlindungan terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio penerbangan dari gangguan , baik yang berasal dari stasiun-stasiun radio penerbangan maupun diluar penerbangan . Dan tidak kalah pentingnya, bahwasanya perlindungan terhadap penggunaan spektrum frekuensi radio penerbangan perlu dukungan semua pihak demi keselamatan, keamanan, dan kelancaran penerbangan," urainya.

Dengan adanya Nota Kesepahaman, kata Gatot, ini dapat dijadikan sebagai pedoman bagi jajaran Ditjen SDPPI dan Ditjen Perhubungan Udara untuk berkoordinasi melaksanakan tugas dan fungsinya untuk pengamanan spektrum frekuensi radio penerbangan. "Sedangkan ruang lingkup nya meliputi koordinasi, pertukaran data, pengawasan, penanganan gangguan, penertiban oleh Ditjen SDPPI dan Ditjen Perhubungan dalam rangka pengamanan penggunaan spektrum frekuensi radio untuk keperluan penerbangan di lingkungan Bandar Udara dan di ruang udara Republik Indonesia," katanya lagi.

Gatot juga mengungkapkan bahwa pelaksanaan Nota Kesepahaman ini diatur lebih lanjut dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama sesuai kebutuhan antara Ditjen SDPPI dan Ditjen Perhubungan yang dalam hal ini diwakili oleh pejabat setingkat eselon II (dalam hal ini Direktur Pengendalian Sumber Daya dari Ditjen SDPPI dan Direktur Navigasi Penerbangan Ditjen Perhubungan Udara). "Perjanjian Kerja Sama tersebut harus dibuat selambat-lambatnya 6 bulan setelah ditandatangani Nota Kesepahaman ini. Akan halnya jangka waktu Nota Kesepahaman ini berlaku selama 3 tahun terhitung sejak tanggal ditandatangani dan dapat dilakukan perpanjangan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak," pungkasnya.