MAJALAH ICT – Jakarta. Industri telekomunikasi memang menjadi industri yang seksi, dengan penghasilan trilyunan. Karena itu, pemerintah merasa perlu untuk terus mendapatkan peningkatan dari sektor ini sebagai pendapat negara. Setelah wacana untuk mengenakan cukai ponsel, kemudian pajak untuk smartphone kita muncul ide untuk menarik pajak dari nomor ponsel. Gimana ceritanya?
Wacana mengenakan pajak dari nomor mengemuka dalam dokumen rancangan undang-undang telekomunikasi. Disebutkan bahwa nomor merupakan sumber daya terbatas. Dan pemerintah berencana mengenakan BHP Penomoran atau Biaya Hak Penggunaan Penomoran.
Menanggapi wacana tersebut, Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Setyanto P. Santosa menilai penerapan BHP bagi blok nomor tak tepat. "Bahkan diharapkannya, pemerintah menghapus wacana tersebut mengingat operator telekomunikasi sudah mendapat banyak pungutan di luar pajak yakni, BHP Jasa Telekomunikasi (Jastel) dan Universal Service Obligation (USO). Masing-masing ditetapkan 0,5% hingga 1,25% dari pendapatan kontor bisnis operator," tanggapnya.
Sementara itu, analis telekomunikasi dari Indonesia ICT Institute Heru Sutadi melihat, industri telekomunikasi saat ini sedang menghadapi cobaan berat, dimana mayoritas dalam posisi merugi, sehingga jangan ditambahkan beban bahkan harusnya diberikan insentif.
Menurut Heru, muara pembebanan BHP Penomoran akan ke masyarakat. "Kalau dirasa nomor tidak efisien, dievaluasi saja rasio nomor yang dialokasikan dengan jumlah pengguna. Yang tidak efisien diminta dikembalikan. Begitu tiap tahun dilakukan," katanya.