Oleh: Nonot Harsono*
Teknologi Komunikasi dan Informasi (TIK) telah menjadi penggerak ekonomi dunia abad ini. Tersedianya akses internet cepat melalui jaringan TIK nasional di seluruh wilayah negeri, akan mampu menggerakkan roda perekonomian jauh lebih cepat. Karena tersedianya akses komunikasi yang cepat, dimana saja dan kapan saja, akan melancarkan dan memudahkan komunikasi antara Pemerintah dengan masyarakat, antara produsen dengan para konsumen, antara Pemerintah Pusat dengan Daerah, antara Pemerintah dengan dunia usaha/industri, antara Guru dengan murid, antara sekolah dengan sekolah, antara rumah sakit dengan puskesmas, dan sebagainya. Dengan akses komunikasi yang cepat, dimana saja dan kapan saja, transaksi bisnis akan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Dengan akses komunikasi yang cepat, pemerataan kualitas pendidikan dapat dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh dari sekolah maju ke sekolah di daerah tertinggal. Dengan akses komunikasi yang cepat, konsultasi dokter ahli di kota dengan dokter Puskesmas di daerah terpencil dalam rangka pemerataan mutu layanan kesehatan dapat dilakukan, dan seterusnya.
Memahami betapa pentingnya peran teknologi Kominfo (TIK) dalam pembangunan bangsa, maka sungguh amat mendesak bagi Pemerintah untuk memberikan perhatian kepada tata-kelola pemanfaatan teknologi Kominfo (TIK). Harus terjadi revolusi mindset di tataran trias politika (eksekutif, legislatif, yudikatif) yang semula kurang atau mungkin tidak memberi perhatian atau mungkin belum paham tentang peran besar Kominfo (TIK) agar menjadi sepaham, sejalan, dan sepikiran untuk bersama-sama mendorong pemanfaatan teknologi Kominfo (TIK) untuk menciptakan kemakmuran bangsa. Paling tidak, di jajaran Pemerintahan dari Presiden hingga para Menteri, semuanya memiliki pemahaman dan semangat yang sama. Untungnya Presiden terpilih telah jelas memiliki semangat e (e-Gov, e-commerce, e-bussines, dan e-sistem lainnya) yang luar biasa, tinggal mencari tim pendamping yang mampu mengawal semangat besarnya tersebut.
Dengan melihat manfaat teknologi Kominfo (TIK) yang demikian besar itu, amat dapat dimengerti bahwa Kominfo (TIK) adalah tulang punggung pembangunan bangsa. Maka itu, Pemerintahan baru nanti harus memiliki Kementerian Kominfo Kominfo (TIK) yang mampu mewujudkan semua manfaat teknologi Kominfo (TIK) tersebut.
Dalam UU no 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005~2025 telah dicanangkan bahwa arah pembangunan sektor Kominfo adalah membangun masyarakat Indonesia berbasis pengetahuan (knowledge based society) yang disebut sebagai Masyarakat Informasi Indonesia. Namun pelaksanaan dari Undang-Undang ini nampak belum maksimal. Guna memaksimalkan pelaksanaan UU tersebut, kiranya perlu diawali dengan memahami bahwa wujud dari masyarakat informasi ini adalah tersambungnya seluruh warga negara, seluruh wilayah NKRI, dan semua pelaku usaha di semua sektor ke jejaring TIK nasional yang disebut dengan jaringan broadband nasional. Dengan ketersambungan ini atau melalui jejaring komunikasi nasional ini, semua kegunaan Kominfo (TIK) untuk Pemerintahan yang disebut dengan serba e, seperti e-Gov, e-commerce, e-budgetting, e-procurement, e-edukasi, e-health, e-blusukan, dan e-yang lain dapat diwujudkan. Tanpa tersedianya jaringan broadband nasional, tidak mungkin dapat diwujudkan semua e-sistem yang amat bermanfaat itu.
Mengapa di tataran pelaksanaan belum maksimal? Menurut pengamatan penulis, penyebab utamanya adalah belum adanya panduan yang cukup dari Pemerintah tentang bagaimana menata dan mengarahkan pembangunan infrastruktur jejaring TIK nasional. Belum ada pembagian peran antara BUMN Telekomunikasi dengan Swasta, belum ada strategi pentahapan pembangunan jejaring TIK (untuk dunia usaha/industri, Pemerintahan, dan wilayah tertinggal/terluar Indonesia), belum ada strategi perlindungan investasi melalui penataan jumlah pelaku usaha, belum ada panduan yang cukup untuk menata hubungan antar pelaku usaha, belum ada konsep bagaimana pelaksanaan kerjasama Pemerintah dan Swasta, dan beberapa lagi yang lain.
Karena belum ada panduan yang cukup, mengakibatkan pembangunan infrastruktur jejaring TIK menjadi tidak terarah. Di satu wilayah terjadi over-supply infrastruktur, sementara di wilayah yang lain belum ada atau kekurangan. Pada rute yang oversupply, utilisasi menjadi rendah sehingga kesehatan usaha menjadi rendah. Ada kalanya kementerian tertentu atau Pemda membangun sendiri infrastruktur sehingga seolah berlomba untuk menjadi pelaku usaha dan menjadi pesaing dari para pelaku usaha (BUMN Telekomunikasi atau pun Swasta). Ada pula penguasa kawasan perumahan yang sangat luas atau pengelola bangunan (hotel dan pusat belanja) tidak memberi akses kepada pelaku usaha telekomunikasi untuk menggelar jejaring TIK sehingga kualitas sambungan dan akses informasi di dalam kawasan atau bangunan itu menjadi sangat rendah.
Koordinasi dan sinergi antar Kementerian dan Lembaga juga belum cukup untuk bisa memaksimalkan manfaat besar teknologi Kominfo (TIK). Misalnya, pembangunan infrastruktur jejaring TIK untuk operasional Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Pelayaran, Perhubungan, Pemadam Kebakaran, Badan SAR Nasional, BNN, KPK, dan seterusnya, masih berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak tercapai efisiensi biaya maupun efisensi utilisasi. Banyak hal dalam tataran pelaksanaan yang sifatnya teknis perlu diperbaiki bersama di tingkat Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.
Kini pemerintahan baru telah tiba dipimpin oleh Bapak Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Dalam masa kampanye, Jokowi-JK menginginkan TIK menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi nasional, pelayanan informasi Pemerintah, dan pelayanan publik, serta peningkatan efisiensi dan produktivitas nasional. Presiden RI menginginkan pelayanan publik dan sistem Pemerintahan berbasis TIK. Sebut saja e-goverment, e-budjeting, e-procurement, e-edukasi, e-vote dan lain sebagainya.
Visi Jokowi-JK tentang TIK tentu saja sangat relevan. Hal itu di dukung oleh data Bank Dunia, bahwa memberikan akses komunikasi broadband kepada 10% populasi akan memberi peluang peningkatan PDB sebesar 1,38% atau sekitar 140-trilyun rupiah.
Pemahaman tentang Kominfo (TIK) seperti di atas sudah cukup bagi seorang Presiden untuk dapat memiliki keyakinan dan ketegasan untuk mengubah mindset tentang Kementerian Kominfo, menyusun kebijakan dan regulasi yang tepat, serta menyusun sistem hukum yang melindungi para pelaku usaha sektor Kominfo (TIK). Di negara yang memanfaatkan Kominfo (TIK) dengan sangat baik, pertumbuhan dan kekuatan ekonominya amat luar biasa.
Dengan memperbaiki tata-kelola teknologi Kominfo (TIK) dan memiliki Kementerian Kominfo yang mampu melaksanakan konsep sebagaimana telah diuraikan, Indonesia akan mampu menyediakan jejaring akses komunikasi yang cepat yang akan mampu menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Yang dibutuhkan adalah Menteri yang profesional yang memahami teknologi TIK, memahami bisnis TIK, dan memahami bagaimana UU/PP/PM harus dibuat. Maka Pemerintahan baru nanti akan mampu menggerakkan seluruh komponen bangsa, dari kota hingga ke pelosok desa, untuk bersama-sama membangun perekonomian NKRI.
*Nonot Harsono, Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia.
Tulisan ini dan tulisan menarik lainnya seputar perkembangan terkini teknologi informasi dan komunikasi dapat dibaca di Majalah ICT versi elektronik di sini