MAJALAH ICT – Jakarta. Rencana pemerintah yang akan menerapkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) pada ponsel pintar tampaknya sulit dilakukan setelah banyak pihak menentang bahkan ada yang menganggap tak masuk akal dan mengada-ada.
Adalah Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) yang menentang keras pengenaan PPNBM pada perangkat smartphone karena hanya akan meningkatkan penyelundupan ponsel asing dan tidak adil bagi smartphone lokal yang harganya banyak yang di bawah Rp1 juta.
Mastel juga sebelumnya sangat keras menentang penerapan cukai pada pulsa telepon karena dianggap bukan produk yang berbahaya seperti rokok atau minuman keras.
Sekarang ini ponsel pintar sudah sangat murah, bahkan ada yang seharga Rp700 ribu, jadi memang terasa aneh bila disebut barang mewah. Penerapan PPNBM pada ponsel pintar justru kontradiktif dengan tujuan pemerintah yang ingin memperluas akses komunikasi hingga ke pelosok pedesaan.
Bila harga ponsel makin mahal, tentu makin sedikit orang yang bisa beli ponsel pintar yang bisa mengakses data. Padahal, pertumbuhan data yang sangat tinggi juga berimplikasi pada sektor lainnya yang ikut tumbuh sehingga secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, daripada mengenakan pajak barang mewah ke ponsel pintar, akan lebih baik bila pemerintah menyederhanakan perizinan dan merangsang iklim investasi brand ponsel asing masuk ke Indonesia.
Karena, dari sisi aturan, pemerintah malah merangsang importasi ponsel bukannya berusaha agar mereka membuka pabriknya di Indonesia. Hal ini tercermin pada penerapan Bea Masuk (BM) untuk ponsel jadi 0% sedangkan komponen atau bahan baku ponsel malah 5%.
Bila aturannya saja sudah demikian, bagaimana investor mau membangun pabriknya di Indonesia?
Rencana Kementerian Keuangan yang akan menerapkan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) terhadap ponsel pintar membuat industri dan pengguna telekomunikasi di Indonesia resah.
Hal tersebut karena tidak ada kepastian hukum, regulasi mengenai ponsel juga sekarang sangat ketat seperti penerapan regulasi IMEI, dan sebagainya, ini menyulitkan industri, yaitu ponsel asing dan distributor lokal.
Kalau dulu ketika tidak ada PPnBM, maka mayoritas importir akan menggunakan jalur resmi dan bayar pajak sehingga pemerintah diuntungkan dari pajak PPN dan PPh impor.
Bayangkan jika PPnBM diberlakukan, maka mayoritas barang yang terkena pajak tersebut akan diselundupkan sehingga pemerintah malah merugi karena kehilangan pemasukan dari pajak.
Tulisan ini dan informasi-informasi mengenai perkembangan ICT Indonesia lainnya dapat dibaca di Majalah ICT Edisi No. 16-2013 di sini