MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Komunikasi dan Informatika telah menerbitkan Surat nomor: S-1668/M.KOMINFO/PI.02.04/11/2016 tanggal 2 November 2016 hal Penyampaian Penetapan Perubahan DPI Milik PT. Telkom, Tbk dan PT Telkomsel Tahun 2016 dan Implementasi Biaya Interkoneksi, yang surat tersebut ditujukan kepada Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia, PT Telekomunikasi Selular, PT Indosat, PT XL Axiata, PT Hutchison 3 Indonesia, PT Smart Telecom, PT Smartfren Telecom, PT Sampoerna Telekomunikasi, PT Batam Bintan Telekomunikasi.
Dijelaskan Plt Kepala Biro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza, surat Menkominfo tersebut berisi keputusan pemerintah untuk tidak memberlakukan biaya interkoneksi yang baru, sehingga masih menggunakan angka biaya interkoneksi yang lama, yang ditetapkan pada 2014.
"Tetap memberlakukan besaran biaya interkoneksi yang telah disepakati pada PKS masing-masing atau berdasarkan besaran biaya interkoneksi yang telah diimplementasikan tahun 2014 berdasarkan surat Kemkominfo Nomor: 118/KOMINFO/DJPPI/PI.02.04/01/2014 tanggal 30 Januari 2014 perihal Implementasi Biaya Interkoneksi tahun 2014, sampai dengan ditetapkannya besaran biaya interkoneksi berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh verifikator independen, paling lambat tiga bulan sejak tanggal 2 November 2016,” kata Noor dalam keterangan tertulisnya.
Pembatalan pengguna biaya interkoneksi baru ini mengejutkan, sebab sebelumnya pemerintah telah menunda pemberlakukan biaya interkoneksi baru yang seharusnya mulai diimplementasikan pada 1 Septermber 2016. Penundaan tersebut, amat disayangkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL). APJATEL menilai tarif interkoneksi baru akan memberikan lebih banyak keleluasaan bagi operator untuk memberikan harga lebih terjangkau sehingga dapat menyediakan pelayanan yang lebih baik bagi konsumen.
”Interkoneksi adalah keniscayaan dalam era multi operator sesuai dengan perundangan yang berlaku. Dengan menurunkan biaya interkoneksi, pemerintah dapat membantu operator telekomunikasi dalam menyediakan layanan yang lebih terjangkau,” ujar Lukman Adjam, Ketua APJATEL.
Keterjangkauan biaya ini, lanjutnya, membuat layanan komunikasi akan lebih banyak diakses oleh konsumen. Dengan demikian, layanan telekomunikasi akan lebih menjangkau masyarakat secara keseluruhan.
Biaya interkoneksi adalah biaya yang mengalir dari operator untuk melakukan koneksi antar jaringan. Operator memasukkan biaya ini ke dalam komponen biaya produksi untuk menentukan tarif ke konsumen.
Saat ini, pemerintah memiliki rumusan baru untuk menghitung biaya interkoneksi yang memperhitungkan efisiensi serta keberlangsungan penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia. Penurunan tarif interkoneksi yang direncanakan pemerintah adalah sebesar 26 persen sehingga menurunkan biaya interkoneksi mobile dari Rp250 menjadi Rp204.
APJATEL mengusulkan prinsip berbasis biaya (cost based) yang dianggap wajar bagi para operator telekomunikasi untuk tarif baru. Metode yang diusulkan adalah half-circuit, sehingga kisaran harganya bisa ditekan hingga Rp60-70 per menit.
”Pemerintah tidak perlu ragu-ragu dalam menetapkan tarif interkoneksi yang terjangkau. APJATEL mengimbau semua pihak untuk bekerja lebih keras lagi dalam rangka pemerataan layanan telekomunikasi ke seluruh pelosok Indonesia sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan daya saing bangsa,” ujar Ade Tjendra, Ketua Bidang Kerja Sama Antar Lembaga (Eksternal) APJATEL.
Penurunan tarif diharapkan akan memberi sinyal positif bagi pembangunan merata infrastruktur komunikasi di seluruh Indonesia. Terlebih, hal ini sejalan dengan hak konsumen akan kenyamanan, seperti yang terdapat pada UU Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999, Pasal 4 huruf a.