MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring menegaskan bawah pemerintah mendukung pembahasan dan penyelesaian RUU Penyiaran bersama DPR, sebagai upaya perbaikan regulasi penyiaran dalam negeri. Dengan demikian, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tayangan media penyiaran dengan program-program berkualitas yang mendidik, bisa tercapai.
Menurut Tifatul, pemerintah sependapat dengan DPR bahwa pembentukan RUU Penyiaran dimaksudkan untuk menjadi landasan hukum yang komprehensif dalam penyelenggaraan penyiaran di Indonesia. "Karena itu, pemerintah berpandangan serta menyarankan dalam pembahasan RUU ini nantinya kita senantiasa berpegang pada UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan, antara lain UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," ujarnya.
Lebih lanjut, Tifatul mengatakan pembahasan RUU penyiaran ini hendaknya juga memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap sejumlah pasal dalam UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, seperti putusan MK No 06 Tahun 2009 yang mengatur mengenai larangan penayangan iklan rokok di televisi dan putusan MK No 78 Tahun 2011 mengenai pengaturan permodalan kepemilikan asing, pemusatan kepemilikan, dan kepemilikan silang.
"Pemerintah berpandangan bahwa perubahan yang diusulkan dalam RUU Penyiaran ini harus berorientasi pada perbaikan yang berbasis efisiensi dan efekvifitas, juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan keberlangsungan penyelenggaraan penyiaran. Dan, penyelenggaraan penyiaran yang sesuai dengan jati diri dan identitas bangsa," tuturnya.
Menteri menambahkan perubahan terhadap UU No 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran tentunya harus selaras dengan misi bersama, dalam menjaga keutuhan NKRI , meningkatkan pertumbuhan industri penyiaran, memperluas akses masyarakat terhadap informasi, dan meningkatkan peranan penyiaran dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pengawasan isi siaran.
Tifatul mengatakan RUU Penyiaran harus tetap menjaga atas keberagaman isi, keberagaman kepemilikan media, yang menjadi filosofi lahirnya UU No 32 Tahun 2002. "Pemerintah dalam kesempatan ini usulkan, dalam penyelenggaraan penyiaran bahwa penyiaran semestinya diselenggarakan dalam sistem penyiaran nasionalnya, di mana spektrum frekuensi radio dikuasai oleh negara dan dikelola oleh pemerintah," ujarnya.
Sistem penyiaran nasional, tambah Tifatul, diselenggarakan dengan sistem penyiaran lokal, sistem stasiun jaringan dan penyiaran nasional. Sementara, jasa penyiaran secara umum terdiri dari jasa penyiaran radio dan jasa penyiaran televisi. Masing-msing jenis jasa penyiaran tersebut diselenggarakan oleh lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, dan lembaga penyiaran komunitas serta lembaga penyiaran berbayar. "Penyelenggaraan tersebut dengan memperhatikan dengan memperhatikan perkembangan teknologi," tandasnya