MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah akan mengkaji ulang pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Barang Mewah (PPnBM) terhadap ponsel pintar (smartphone). Pasalnya, jika PPnBM dikenakan terhadap produk ini justru penyelundupan ponsel pintar semakin marak. Demikian diungkapkan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan.
Menurut Gita, usulan tersebut merupakan wacana dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan. "Kemenkeu sepakat untuk mengkaji ulang penerapan PPnBM untuk ponsel pintar. Kemungkinan semakin banyak barang ilegal. Jadi semangat importasi ilegal lebih banyak," ujar lelaki yang ikut konvensi Capres di Partai Demokrat ini.
Untuk mengatasi penyelundupan smartphone, Kementerian Perdagangan mengusulkan diterapkannya sistem IMEI (International Mobile Equipment Identity). "Saya mengusulkan untuk pendapatan negara itu melalui IMEI. Kemenkeu juga sepakat. Pimpinan perusahaan seluler mengatakan puluhan juta produk ilegal. Untuk mematikan secara digital tidak bisa cepat dan perlu sosialisasi. Ini masa transisi mungkin bisa dan dikaji ulang," katanya.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mendesak Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (BKF) agar produk telepon seluler khususnya ponsel-pintar tidak akan dikenakan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Produk itu sudah diidentifikasi dan tidak masuk kategori tersebut. Demikian dikatakan Menteri Perindustrian, MS Hidayat. Ha itu merupakan kesepakatan kementeriannya dengan Kementerian Perdagangan. "Itu tidak bisa dikategorikan lagi barang mewah," katanya.
Diakui Hidayat, sebelumnya produk tersebut masuk dalam daftar barang yang akan dikenakan PPnBM. Namun, dengan pertimbangan bersama, salah satunya karena sudah banyak kalangan masyarakat yang menggunakan, niat tersebut urung dilakukan. "Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian mencatat itu bukan barang mewah dan sudah dikoreksi," tandas Hidayat.
Diungkap juga oleh Hidayat, kedua kementerian tersebut sedang menginventarisasi barang-barang yang akan dikenakan PPnBM. Dasar hukum pengenaan kebijakan tersebut nantinya akan menjadi satu kesatuan dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). PP tersebut merupakan tindak lanjut dari paket kebijakan penanggulangan gejolak ekonomi yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa waktu lalu. Salah satunya, menaikkan PPnBM mobil mewah yang semua komponennya diimpor utuh. "Kami sedang siapkan. Nanti kalau sudah ada kesepakatan dengan Kementerian Keuangan, saya akan sampaikan. Biar dipastikan tidak seperti smartphone itu," ujarnya.
Wacana soal pengenaan PPNBM terhadap Ponsel disampaikan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Menurutnya, alasan mengapa pajak barang tersebut harus dikenakan, salah satunya karena menyumbang defisit yang cukup besar pada neraca perdagangan Indonesia. "Ini ikut menyumbang defisit neraca pembayaran di luar migas," katanya.
Terkait wacana pemerintah memberlakukan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) untuk ponsel pintar (smarthphone), Pengamat Telekomunikasi, Heru Sutadi mempertanyakan keputusan tersebut, sebab ia beralasan HP saat ini telah menjadi kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan komunikasi.
"Justru saya berpikiran bahwa yang terjadi sebaliknya, bahkan dari beberapa masyarakat yang kita tanya, bisa jadi masuk lima besar kebutuhan komunikasi. Jadi kalau dikatakan ini sebagai barang mewah, mewahnya dimana? Yang juga perlu diperhatikan adalah komunikasi sekarang ini sudah menjadi bagian dari HAM sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 huruf f UUD 1945," kata Heru yang juga Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute ini.
Menurut heru, smartphone itu sebenarnya pengertian ponsel cerdas. "Artinya kalau dulu hanya bisa digunakan untuk sms atau voice tapi sekarang sudah bisa digunakan untuk apa saja. Dan itu memang sesuai kebutuhan masyarakat dan perkembangan teknologi yang makin maju," tuturnya
Heru menilai, wacana tersebut membuka mata bahwa selama ini pemerintah telat untuk membangun industri telekomunikasi yang dapat meminimalisir mengimpor ponsel dari negara lain.