Majalah ICT – Jakarta. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat 2 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air), maka pemerintah akan mengeluarkan aturan Tata Cara dan Persyaratan Perizinan Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Penyelenggara Program Siaran (LPPPS) Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free To Air) dengan Peraturan Menteri.
Dalam beleid ini nantinya, Lembaga penyelenggara penyiaran televisi digital teresterial penerimaan tetap tidak berbayar (free to air) akan terdiri dari Lembaga penyiaran penyelenggara program siaran yang selanjutnya disebut LPPPS (Lembaga Penyiaran Penyelenggara Program Siaran) dan Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing yang selanjutnya disebut LPPPM (Lembaga Penyiaran Penyelenggara Penyiaran Multipleksing).
LPPS merupakan lembaga yang menyelenggarakan penyiaran televisi digital terestrial penerimaan tetap tidak berbayar (free to air), yang mengelola program siaran untuk dipancarluaskan kepada masyarakat di suatu wilayah layanan siaran melalui saluran siaran atau slot dalam kanal frekuensi radio, sementara LPPPM menyalurkan program siaran dari beberapa LPPPS.
LPPPS akan terdiri dari Lembaga Penyiaran Publik TVRI, Lembaga Penyiaran Publik Lokal, Lembaga Penyiaran Swasta dan Lembaga Penyiaran Komunitas. Pendirian Lembaga Penyiaran-Lembaga Penyiaran tersebut harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara pendirian Lembaga Penyiaran.
LPPPS dalam menyelenggarakan penyiaran wajib memperoleh IPP dari Menteri. Adapun Tata cara perizinan penyelenggaraan penyiaran sebagai LPPPS sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang tata cara perizinan Lembaga Penyiaran berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 22 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar ( Free To Air ).
LPPS berkewajiban membayar biaya Izin Penyelenggaraan Penyiaran sesuai dengan ketentuan. Biaya sewa saluran siaran atau slot program siaran yang dibayarkan oleh LPPPS kepada LPPPM sudah termasuk biaya hak penggunaan frekuensi.
Terkait aturan ini, jelas bahwa pemerintah tetap akan maju dengan program digitalisasi TV meski pihak DPR masih setengah hati menyetujui dan lebih memilih menunggu revisi UU No. 32/2002. Dan RPM ini sebenarnya merupakan pengaturan-pengaturan baru yang tidak diatur dalam UU Penyiaran tersebut, karena UU bicara penyiaran yang bersifat analog dan broadcast.
Bagi industri sesungguhnya, makin cepat proses digitalisasi, akan makin baik karena frekuensi yang tidak terpakai dapat dialokasikan pemanfaatannya bagi perkembangan industri telekomunikasi yang saat ini sedang mengalami krisis frekuensi, untuk memenuhi kebutuhan dan kualitas layanan data broadband serta perkembangan teknologi baru yang haus akan bandwidth, seperti teknologi Long Term Evolution. Sebab saat ini, selain kandidat di 1800 MHz dengan refarming, LTE dialokasikan di 700 MHz. Di 2,3 GHz bisa dipakai, tapi TD-LTE.