MAJALAH ICT – Jakarta. Sikap pemerintah RI nampaknya terbelah dalam menyikapi peretas yang membela Indonesia akibat harga dirinya diinjak-injak dengan kasus penyadapan dan mata-mata yang dilakukan beberapa negara, termasuk Australia. Secara resmi pemerintah menyatakan peretasan adalah pelanggaran hukum, sebagaimana disampaikan Menkominfo Tifatul Sembiring. Sementara pejabat tinggi di Kementerian Pemuda dan Olah Raga, Heru Nugroho, justru menyatakan bahwa jika mengaku hacker Indonesia, para peretas memang harus menyerang.
Seperti disampaikan Tifatul melalui laman resmi Kementerian Kominfo di www.kominfo.go.id, peretasan adalah suatu pelanggaran hukum. Di Indonesia, aturan soal peretasan telah dimuat dalam Undang-Undang (UU) 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE). Beberapa aturan tersebut adalah Pasal 30 ayat 1, ayat 2, dan atau ayat 3 UU No 11/2008. Kemudian Pasal 32 ayat 1 UU yang sama dan Pasal 22 huruf B Undang-Undang 36/1999 tentang Telekomunikasi.
Sementara itu, Serangan perteas Indonesia ke Australia mendapat dukungan dari DPR dan juga Staf Khusus Menteri Pemuda dan Olah Raga, Heru Nugroho. Heru yang juga aktif di APJII, dengan tegas mengatakan bahwa hacker Indonesia harus menyerang.
"Banci kalau mengaku hacker Indonesia tapi tak mau menyerang situs Australia dan Amerika Serikat," kata Heru. Ditambahkan Heru, gerakan para peretas itu akan berhenti dengan sendirinya setelah pemerintah Australia meminta maaf atas penyadapan yang telah dilakukannya terhadap negara tetangganya, Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Heru yang juga merupakan pemiliki Melsa Net menegaskan bahwa hendaknya pihak kepolisian jangan menyalahkan para peretas ini karena telah menyerang sejumlah situs di Australia. "anak-anak itu hanya membela bangsa dan negaranya, jangan disalahkan," tegas Heru.
Dari kalangan DPR, Ketua DPR RI Marzuki Alie menyatakan pemerintah harus protes keras dan bersikap lebih tegas terkait isu penyadapan yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) dan Australia terhadap Indonesia. "Saya kira, kita perlu protes keras. Sebagai negara yang berdaulat harusnya kita punya sikap, dengan apa yang dilakukan intelijen luar negeri. Maka kita harus lebih tegas, lebih keras lagi," kata Marzuki.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso secara terang-terangan mendukung aksi para peretas. "Kalau kita dilakukan seperti ini, kalau perlu kita menghimpun 1000 hacker," kata Priyo. Menurut Priyo, perang di dunia maya, atau cyber war, tak terelakkan di dunia yang kian terkoneksi ini. "Saya kira perang cyber tidak terhindarkan. Saya tidak mau menyalahkan para hacker Indonesia," tandas Priyo.