MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah yang dalam hal Kementerian Komunikasi dan Informatika beberapa waktu baru saja melakukan uji publik mengenai rencana menata kembali frekuensi 800 MHz. Penataan ini, nantinya, akan membuka teknologi apapun untuk digunakan operator telekomunikasi, terutama berbasis atau turunan dari 3GPP (GSM) maupun 3GPP2 (CDMA). Denagn teknologi netral, dua teknologi ini akan hidup berdampingan di frekuensi tersebut.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi memberikan beberapa catatan. Menurutnya, Kominfo perlu belajar dari kondisi masa lalu dengan dimigrasikannya Telkom Flexi dan Indosat StarOne dari rentang 3G ke 800 Mhz untuk menghindari potensi interferensi jika ada dua penggunaan teknologi yang berbeda dalam satu rentang (hybrid), serta tetap terjadinya interferensi di rentang 2,1 GHz 3G akibat pancaran dari PCS-1900 pada blok 11 dan 12 meskipun telah dikeluarkan aturan mengenai harmonisasi dan koordinasi antara UMTS dan PCS 1900, yang patut diperhatikan adalah penggunaan frekuensi untuk dua teknologi berbeda dalam satu rentang sangat tidak dianjurkan.
"Jika pemerintah tetap berkeinginan mengambil kebijakan untuk mengadopsi dua teknologi berbeda, sewajarnya antara Band A (Pita 5) dan Band B (Pita 8) disediakan guard band yang cukup. Potensi interferensi besar terjadi karena pada frekuensi 880 MHz tidak ada pembatas. Kami mengusulkan agar disediakan guardband di frekuensi 800 MHz – 882.5 MHz," katanya.
Dikatakan Heru, memang dalam Rancangan Peraturan Menteri (RPM) tentang Penataan Pita Frekuensi 800 MHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler diatur mengenai kondisi jika dua teknologi berbeda diadopsi, dengan perlunya pengaturan power dan pemakaian filter. "Dalam kasus PCS-1900 dan UMTS tidak membuat interferensi hilang. Untuk rentang 850 MHz, ketika ditetapkan adanya alokasi frekuensi yang kosong antara Telkom Flexi dan Bakrie Telecom, serta Smartfren (Mobile-8 Telecom) dan Indosat StarOne, hal itu juga didasari kekhawatiran interferensi meski menggunakan teknologi yang sama," jelasnya.
Mengenai konsultasi publik ini, Heru juga memberikan catatan. "Sangat disayangkan waktu konsultasi publik yang diberikan terlalu singkat, hanya dari tanggal 2-4 September saja. Sehingga, mohon kiranya menjadi perhatian agar untuk mendapat masukan masyarakat secara luas dan mendalam, waktu konsultasi publik diberikan waktu yang cukup minimal tujuh hari kalender dan pemerintah memiliki SOP Konsultasi Publik sehingga antara kebijakan yang satu dengan yang lain yang akan diambil diperlakukan sama dengan waktu meminta pendapat masyarakat juga sama," harapnya.