MAJALAH ICT – Jakarta. Para peng-Go-Jek alias pengemudi layanan ojek aplikasi Go-Jek berdemo menuntut perubahan nasib. Salah satu tuntuan yang diajukan pengemudi Go-Jek yang saat ini bekerja berdasar pesanan pengguna ojek lewat aplikasi adalah agar mereka diangkat menjadi karyawan tetap Go-Jek.
Unjuk rasa dilakukan di kantor manajemen Go-Jek di Jakarta. Disampaikan Kordinator aksi Fitrijansjah Toisutta, setelah unjuk rasa, pihak manajemen akhirnya mau menerima mereka. Namun tuntutan para pengemudi ditolak manajemen, katanya.
Dijelaskan Fitrijansjah, para pengojek menuntut agar diangkat karyawan. Selain itu juga, ungkapnya, tuntutan lainnya adalah pengemudi Go-Jek meminta agar kebijakan tarif kilometer kembali seperti semula yakni Rp.4.000/km.
Dalam pandangan pengemudi Go-Jek, kemitraan para pengemudi dan manajemen Go-Jek telah menyalahi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Manajemen Go-Jek tidak menjalankan amanat UU. Kalau tuntutan tidak dipenuhi, kami ajukan tuntutan pidana atau perdata," tandasnya.
Pihak manajemen sendiri, menolak dengan alasan hendak berkomunikasi dulu dengan unsur manajemen Go-Jek lainnya.
Tuntutan pengemudi Go-Jek, dalam pandangan Pengamat Bisnis Aplikasi Heru Sutadi, merupakan hal yang wajar. Menurutnya, pengemudi adalah aset utama dibanding aplikasi itu sendiri. "Perlu dicari pola yang win-win atau menguntungkan kedua belah pihak," kata Heru.
Lelaki yang juga adalah Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute ini melihat, bilamana para pengemudi kecewa dengan manajemen Go-Jek, maka aplikasi yang dibanggakan pemerintah karena telah dipamerkan sebagai startup yang berhasil ke Silicon Valley Oktober lalu, akan menghadapi posisi sulit. "Sulit dibayangkan jika Go-Jek ditinggalkan pengemudinya. Mengangkat pengemudi sebagai karyawan bisa jadi merupakan solusi mengikat mereka untuk loyal memberikan layanan Go-Jek. Apalagi sekarang persaingan ojek aplikasi sangat ketat," katanya beralasan.