MAJALAH ICT – Jakarta. Tersiarnya kabar dari New York Times bahwa pemerintah Australia memiliki akses untuk menyusup ke jaringan komunikasi milik Telkomsel dan Indosat, membuat Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring mengeluarkan ancaman akan menutup kedua provider telekomunikasi tersebut jika terbukti berperan aktif dalam proses penyusupan tersebut.
Ancaman Menkominfo tersebut karena berdasarkan UU No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi, jika ikut serta menyadap secara tidak sah, hak operasional suatu penyedia layanan bisa dicabut. "Jika mereka terbukti menyalahgunakan otoritas tersebut, ada UU no. 36 tahun 1999. Hak operasional mereka bisa dicabut jika terbukti berperan serta dalam proses penyadapan ilegal tersebut,” ancamnya.
Namun, sejauh ini tidak ada yang serius menangapi ancaman Menkominfo dan menganggapnya hanya sebagai gertak sambal saja. Pasalnya, Telkomsel sejauh ini merupakan operator telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan 131 juta pelanggan dan Indosat dengan 60 juta pelanggan. Ada sekitar 191 juta pelanggan yang akan kehilangan induknya.
Juru Bicara Indosat Adrian Prasanto telah menyangkal bahwa Indosat aktif terlibat dalam penyadapan tersebut. Untuk urusan risiko keamanan dan manajemen keamanan informasi, Adrian menegaskan bahwa proses audit dijalankan dua kali tiap tahun. "Kami yakin tidak ada pelanggan kami yang disadap oleh pihak asing," katanya meyakinkan.
Telkomsel sendiri sampai hari ini belum merespon tuduhan tersebut secara resmi. Namun, saat isu penyadapan pertama muncul November lalu, Adita Irawati, VP of Corporate Communication Telkomsel mengikuti regulasi Menteri tentang penyadapan dan selalu mengikuti hukum yang berlaku.
Walaupun diancam ditutup, kemungkinan penutupan sangat kecil. Sebabnya, pemerintah harus membuktikan bahwa operator tersebut secara aktif terlibat dalam memberikan akses ke jaringan komunikasi mereka kepada pihak asing. Pembuktian akan melalui jalan berliku. Baru jika terbukti benar, dan jika perusahaan terlibat, provider tersebut bisa ditutup dengan peringatan sebanyak 3 kali lebih dulu.
Dan masalah kemudian akan muncul jika ditutup. Akan dikemanakan limpahan pengguna sebanyak 191 juta dan frekuensi yang sedemikian banyak. Tentunya akan banyak pihak ikut campur dan menggunakan hak vetonya. atau bahkan, penyelidikan tidak akan terjadi sama sekali mengingat Indonesia sudah akan disibukkan dengan urusan politik besar, pemilihan legislatif dan pemilihan Presiden.