Oleh Edmon Makarim
MAJALAH ICT – Jakarta. Belakangan ini publik seakan terhenyak menyimak pemberitaan bahwa NSA melakukan penyadapan kepada beberapa portal Internet dunia. Tentunya menjadi suatu pertanyaan besar apakah tindakan mereka dapat dibenarkan?
Tetapi juga perlu menjadi pertanyaan, apakah mereka dapat dipersalahkan karena melakukan penyadapan demi kepentingan nasional mereka, dalam wilayah jurisdiksi mereka, dan sesuai dengan kewenangan institusional yang mereka miliki di negara mereka?
Adalah suatu kenyataan sejarah bahwa asal muasal Internet adalah hasil investasi pertahanan Amerika Serikat pada era perang dingin.
Sistem komunikasi ini menawarkan kecepatan dan kemudahan dalam berkomunikasi dengan berpola kepada bentuk jaringan komunikasi tersebar (distributed environment). Namun perlu dicatat bahwa dalam pengamanannya mereka memiliki sistem kriptografi yang canggih dengan kebijakan yang tersentral.
Kemudian pada saat semaraknya pembahasan dan keinginan untuk menuju standar komunikasi internasional yang aman yakni Open System Interconnection (OSI Protocol) dengan protokol komunikasi 7 (tujuh) layer, mereka melepaskan kepada publik (kalangan akademisi dan pembisnis) keberadaan protokol komunikasi 4 (empat) layer tersebut (TCP/IP) yang menawarkan kemudahan dan kecepatan serta jargon tidak campurnya negara dalam jaringan komunikasi itu, namun tentunya relatif kurang secured.
Hal tersebut terasa semakin manis manakala dinyatakan bahwa yang paling berkuasa adalah komunitas itu sendiri, yakni komunitas global internet. Pemerintah negara manapun tidak layak untuk mengawasi, mengendalikan atau bahkan membatasi keberadaannya.
Namun, tampaknya publik juga seakan lupa bertanya, apakah hal tersebut memang diberikan seara "gratis" dan "bebas nilai," khususnya dari pengaruh dan kepentingan supremasi suatu bangsa dan negara itu seniri kepada bangsa dan negara lain?