MAJALAH ICT – Jakarta. Teknologi informasi dan komunikasi merambah ke sektor transportasi. Untuk di perkotaan, seperti Jakarta dan sekitarnya, memesan transportasi untuk pergi ke tempat lain kini tinggal mengerakkan ujung jari saja. Seperti, untuk transportasi mobil bisa menggunakan aplikasi Uber atau GrabTaxi, sementara untuk kendaraan roda dua atau yang biasa disebut dengan ojek, kini ditawarkan beragam pilihan, dari Go-Jek, Blue-Jek, LadyJek dan lainnya.
Uniknya, berbeda dengan dengan layanan Uber yang mendapat tentangan keras sejak awal beroperasi karena menyangkut perijinan, ojek aplikasi lebih bisa diterima karena moda transportasi ini menjawab kebutuhan masyarakat akan kendaraan umum yang banyak belum menjangkau wilayah seperti di Jakarta ini, serta pada kenyataannya layanan ojek sudah lama ada dan menjadi mata pencahariaan non formal warga.
Dari beberapa layanan ojek yang menggunakan aplikasi, demam Go-Jek begitu mewabah. Bukan hanya karena pembesut aplikasi terus-menerus berkampanye melalui media sosial, namun juga pemotor dengan helm dan jaket hijau bertuliskan Go-Jek mencolok mata, dan memancing rasa penasaran untuk mencoba layanan ojek ini. Apalagi, dengan tarif awal yang ditawarkan hanya Rp. 10 ribu untuk bisa ke mana-mana, maka jadilah Go-Jek menjadi pembicaraan di mana-mana.
Keberhasilan Go-Jek bukan cuma mengubah paradigma naik ojek, namun juga bagi pengojek menjadi mata pencaharian baru, dengan pendapatan yang diklaim berlipat-lipat dari ojek tradisional alias ojek pangkalan yang hanya menunggu penumpang. Hampir bersamaan dengan Go-Jek hadir pula GrabBike. Namun, meski sudah dua aplikasi, ceruk pasar ojek masih besar. Tak mengherankan jika kemudian hadir Blue-Jek, ojek Syar’i atau OjekSy, dan terakhir adalah LadyJek.
Fenomena Go-Jek
Sulit transportasi jarak dekat dan mampu menjangkau jalan-jalan kecil serta macetnya jalanan ibu kota, membuat transportasi bermotor ojek menjadi pilihan. Namun terkadang, untuk mendapatkan ojek tidak mudah dimana mencari pengojek, atau sebaliknya sedang tidak butuh ojek, pengojek ada dimana-mana. Untuk menjawab tantangan tersebut, dihadirkanlah aplikasi Go-Jek.
Aplikasi rintisan besutan PT Go-Jek Indonesia mencoba membuat ojek yang ada di Jakarta lebih terorganisir. Upaya yang dilakukannya adalah dengan menghadirkan aplikasi mobile yang bisa dipakai oleh pengguna perangkat berbasis sistem operasi Android dan iOS.
Setidaknya, saat ini, sudah ada sekitar seribu pengendara ojek di Jakarta diorginisir, agar lebih terpercaya dan mudah diakses. Menurut Nadiem Makarim, Chief Executive Ojek Go-Jek, dibuatnya aplikasi ini karena sekarang orang sudah pada memakai smartphone. "Kita mau orang lebih gampang dapat ojek, yang ada sekaran itu market inneficiency. Giliran butuh ojek gak ada, giliran gak butuh banyak banget nongkrong di jalan," katanya.
Dan aplikasi inipun sukses mendapat respons. Saat peluncuran saja, diklaim Nadiem, aplikasi Go-Jek telah mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat, terbukti dengan belasan ribu sudah mendownload aplikasi ini. Diharapkannya, kehadiran aplikasi Go-Jek membantu para pengendara ojek sebagai mitranya lebih mudah mendapatkan pelanggan. Go-Jek saat ini menyediakan tiga jenis layanan dalam aplikasinya, yakni ojek antar penumpang, ojek antar paket dan pemesanan belanjaan.
Kehadiran Go-Jek disambut Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Ahok berharap agar Transjakarta bisa bekerjasama dengan Go-Jek, salah satu aplikasi ojeg yang tengah diminati masyarakat. Dengan demikian, kata Ahok, harus ada kombinasi antara bus, ojeg, taksi, dan KRL hingga ke pedestrian, termasuk bisa melihat gang-gang sempit di Jakarta.
"Kami ingin bisa lihat bus Transjakarta sampai jam berapa, jadi bisa kita hitung," katanya. Namun hal tersebut belum bisa direalisasikan penuh, karena bus-bus baru yang dibeli DKI belum datang. Jika sudah, nantinya akan ada GPS (global positioning system) yang bisa terintegrasi dengan aplikasi Go-Jek. Ahok berharap, ojeg-ojeg yang berada di bawah Go-Jek menjadi feeder bus Transjakarta.
Harapan Ahok segera ditangkap Direktur Utama PT Transportasi Jakarta (Transjakarta), ANS Kosasih. Menurut Kosasih, pihaknya akan segera membuat MoU atau nota kesepahaman dengan Go-Jek. Bila MoU itu sudah dilakukan, maka nantinya dalam aplikasi Go-Jek akan terdapat aplikasi bernama Go Busway, yang bisa mengetahui posisi bus Transjakarta. "Jadi masyarakat bisa tahu sebelum masuk halte Transjakarta, posisi bus Transjakarta yang sesuai kebutuhannya ada di mana dan kira-kira sampai lokasi terdekat dalam berapa lama," terangnya.
Dengan aplikasi GoJek tersebut, kata Kosasih, nantinya juga bisa untuk menyambung bila hendak naik Go-Jek, setelah turun dari bus. Dengan demikian, maka Go-Jek pun sudah menunggu di JPO (jembatan penyeberangan orang) terdekat. "Kelebihannya, aplikasi ini khusus untuk smartphone, jadi mobile-friendly. Para penumpang kami bisa melacak keberadaan bus, meskipun tidak sedang berada di halte," ujarnya.
Diungkapkannya, MoU dengan GoJek tersebut dapat ditandatangani pada bulan ini. Hasil kerja sama berupa aplikasi yang dapat dinikmati para pengguna Transjakarta akhir tahun ini.
Hanya saja, sasa ‘bulan madu penggunaan ojek online Go-Jek nampanya sudah berakhir. Hal ini berkenaan dengan perubahan tarif pengantaran penumpang dengan sepeda motor, yang tadinya di masa promosi hanya dikenakan biaya Rp. 10 ribu, kini berubah dan dikenakan tarif berdasar jarak per kilometer.
Tarif ini yang mulai berlaku 16 September, di luar jam sibuk, antara pukul 16.00 WIB sampai dengan 19.00 WIB, tarif Go-Je ditetapkan menjadi Rp. 15 ribu untuk 6 kilometer pertama dan Rp 2.500 per kilometer berikutnya. Pemberlakukan tarif jam sibuk ini juga hanya dilakukan pada hari Senin hingga Jumat.
Untuk di luar jam sibuk, pengguna Gojek akan dikenakan tarif datar sebesar Rp. 15 ribu dengan jarak maksimum 25 kilometer. Layanan untuk pengataran barang, Berbelanja, GO-Food di Kota Jakarta dan semua layanan Go-jek di kota-kota lainnya sampai saat ini maish belum berubah dari tarif promosinya Rp. 10 ribu.
Mengenai tarif yang mulai keluar dari masa promosi, CEO Go-Jek Nadiem Makarim tak khawatir bila tarif promo seperti ini harus diakhiri, meskipun juga dirinya tak memungkiri pelanggannya bisa berkurang jika tarif promo sudah tidak diberlakukan. "Jelas bisa tetap menarik konsumen. Tapi pasti bakal turun pesanan kalau subsidinya dicabut. Tapi saya yakin loyalitas konsumen kami akan sangat tinggi," katanya.
Nadiem menambahkan, banyaknya pesanan yang didapatkan para pengemudi pada masa promosi ini, bisa dimanfaatkan untuk menabung hingga nanti pasar layanan ojek panggilan berbasis aplikasi matang dengan sendirinya.
Ramainya Ojek Aplikasi
Persaingan antar ojek berbasis aplikasi kian tajam. Jika sebelumnya telah hadir Go-Jek, GrabBike, kini muncul Blu-Jek. Jika kini Go-Jek mulai menaikkan harga naik ojek menjadi Rp. 15 ribu untuk 6 km pertama, Blu-Jek malah menggratiskan pengguna untuk naik armada ojeknya.
Blu-Jek resmi beroperasi di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi. Blu-Jek mulai beroperasi di wilayah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi dengan 1.000 armada. Dalam waktu dekat kami juga akan menambah 1.000 armada lagi,” kata Agnes Aninditya, wakil dari Blu-Jek.
Dijelaskannya, Blu-Jek merupakan kata yang berasal dari "blusukan" ini merupakan besutan dari Garrett Kartono dan Michael Manuhutu. Di awal peluncurannya, Blu-Jek memberikan promo kepada masyarakat berupa pembebasan biaya ojek sejauh enam kilometer pertama atau setara Rp.25.000. Namun setelah itu, setiap satu kilometer tambahan, penumpang diharuskan membayar Rp 4.000.
"Promo ini kita sebut free rides dan diberikan untuk 30.000 penumpang selama satu bulan ini. Jadi setiap harinya akan ada 1.000 free rides,” kata Michael Manuhutu, salah satu pendiri Blu-Jek. Layanan Blu-Jek diklaim lebih aman dan menjaga privasi pengguna. Karena itu, pihak Blu-Jek optimis untuk bisa tumbuh.
Selain Blue-Jek hadir pula LadyJek. Layanan ini merupakan diferensiasi dengan layanan serupa, dimana LadyJek mengkhususkan diri melayani penumpang wanita dan merekrut pengemudi wanita. LadyJek mulai beroperasi awal bulan Oktober ini.
Pendiri LadyJek, Brian Mulyadi mengungkapkan bahwa ide membuat usaha tersebut terinspirasi dari ceruk pasar yang belum tergarap. Ceruk pasar yang dimaksud adalah penumpang wanita yang sebenarnya tidak nyaman bila dibonceng lelaki. "Kami memilih membuat layanan ojek online karena mencakup banyak orang dan market yang luas. Wanita butuh kepraktisan dan keamanan layanan," ujar Brian.
Meski sangat kompetitif sekarang ini, Brian tetap optimis. Sebab Brian melihat bahwa ojek berbasis sebagai pasar baru yang masih berisi banyak peluang, terutama bagi layanan spesifik seperti LadyJek. "Saya tidak melihat adanya kompetisi. Ini pasar masih baru, sehingga banyak peluang untuk spesialisasi dan membaguskan diri. Kita perbagus layanan saja,” katanya.
Meski semua optimis, namun bukan berarti persaingan tidak hanya tajam, namun juga mengkhawatirkan. Apalagi, pengojek tradisional yang ada di pangkalan terang-terangan menolak masukknya pengojek aplikasi ke perkampungan atau kompleks perumahan yang mereka ‘kuasai’. Sempat juga terjadi kekerasan terhadap pengemudi ojek digital yang terpaksa menerobos masuk kompleks perumahan.
Bukan saja itu, kian ke sini, pengojek aplikasi juga berubah kultur dan kembali seperti pengojek tradisional, dengan mangkal di beberapa wilayah tertentu. Karena mangkal, Gubernur DKI Jakarta Ahok berubah sikap. Ahok mengancam bahwa ojek online akan dienyahkan dari Jakarta. Menurut Ahok, ancaman tersebut diharapkan membuat jera. Pengelola juga bisa meningkatkan pengawasan dan peringatan kepada para pengemudinya. Jika dicabut izin, tambahnya, tentu perusahaan tidak bisa menjalankan operasi berbasis aplikasi. Nantinya pasti tidak lagi berkembang transportasi ojek.
"Dari pengelola Go-Jek juga kasih kartu kuning, lama-lama kita coret," kata Basuki di Balai Kota DKI Jakarta. Ditegaskannya, dengan dicabut ijinnya, maka perusahaan tidak bisa menjalankan operasi berbasis aplikasi. "Lama-lama nggak ada aplikasi, mati sendiri pasti," ujarnya.
Tulisan ini dan informasi menarik lainnya dapat dibaca di Majalah ICT No.38-2015 di sini.