MAJALAH ICT – Jakarta. Ancaman pihak kurator yang mengatakan jika Telkomsel tidak membayar tagihan yang mereka kirimkan pada Jum’at ini sebesar Rp. 146,808 Miliar, seharusnya tidak perlu ada dan diperpanjang kasus ini jika Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 1 tahun 2013 dijadikan sandaran. sebab, Permen yang ditandatangani MenKumham 11 Januari 2013 mengatur mengenai Pedoman Imbalan Bagi Kurator dan Pengurus.
Dari dokumen yang didapatkan Majalah ICT, Permen ini pada Pasal 2 menyebutkan:
"(1) Banyaknya imbalan bagi Kurator ditentukan sebagai berikut:
a.dalam hal kepailitan berakhir dengan perdamaian, banyaknya imbalan adalah sebanyak persentase dari nilai hasil harta pailit di luar utang sebagaimana ditentukan dalam perdamaian dengan perhitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini;
b.dalam hal kepailitan berakhir dengan pemberesan, banyaknya imbalan adalah sebanyak persentase dari nilai hasil pemberesan harta pailit di luar utang dengan perhitungan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini; atau
c.dalam hal permohonan pernyataan pailit ditolak di tingkat kasasi atau peninjauan kembali, banyaknya imbalan ditetapkan oleh hakim dan dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit.
(2) Hakim dalam menentukan banyaknya imbalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, wajib mempertimbangkan pekerjaan yang telah dilakukan, tingkat kerumitan pekerjaan, kemampuan, dan tarif kerja dari Kurator yang bersangkutan."
Dengan begitu jelas, untuk kasus yang pailit ditolak di tingkat kasasi, imbalan ditetapkan oleh hakim dan dibebankan kepada pemohon pernyataan pailit, yang dalam hal ini adalah PT Prima Jaya Informatika (PJI).
Sebagaimana diberitakan, Kurator yang menangani kasus pailit PT Telekomunikasi Selular tetap tegas menyatakan bahwa hari ini Telkomsel harus membayar invoice (tagihan) jasa mereka yang sudah dikirimkan ke sebesar Rp146,808 miliar. Demikian dikatakan salah seorang Kurator Feri Samad dalam siaran pers nya.
"Penetapan pembayaran itu produk hukum, Telkomsel harus menghormati produk hukum. Kami sudah kirimkan invoice ke Telkomsel, Jumat (15/2) sudah harus dibayarkan," kata Feri. Menurut Feri, jika tidak membayar, maka pihaknya akan mengirimkan somasi ke Telkomsel.
Tentu apa yang disampaikan Feri, bukan main dan akan jadi persoalan serius. Sebab, katakanlah, Telkomsel tetap enggan membayar, maka setelah somasi bukan tidak mungkin para kurator akan mengugat Telkomsel kembali. Dan jika menggugat ke Pengadilan Niaga, bukan tidak mungkin juga Telkomsel akan dipailitkan kembali. "Kami bisa beri somasi, gugat pailit lagi, itu hak kami," ancam Feri.
Penetapan angka fee bagi kurator di tetapkan oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat melalui Putusan bernomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga JKT.PST jo No.704K/Pdt.Sus/2012 yang isinya menetapkan kewajiban Telkomsel untuk membayar fee kurator sebesar Rp 146,808 Miliar. Angka tersebut berasal dari perhitungan 0,5% dikali total aset yang dimiliki Telkomsel sekitar Rp 58,723 triliun, sehingga didapat Rp. 293.616.135.000. Angka ini kemudian dibagi menjadi dua, antara Telkomsel dengan Pemohon pailit yaitu Prima Jaya Informatika (PJI), sehingga masing-masing dibebani Rp. 146,808 miliar.
Angka total untuk membayar kurator sebesar Rp. 293,616 sungguh fantastis, bahkan mungkin bisa jadi rekor tersendiri. Sebab dari perhitungan yang dilakukan, dimana masa kerja kurator hanya dua bulan saja, dengan Pengadilan Niaga yang menunjuk tiga kurator, maka tiap kurator per bulannya dibayar Rp. 48,9 M. Bukan angka yang kecil dan sedikit.
Jangankan membandingkan dengan gaji Presiden RI, dengan pemain sepak bola dunia pun, yang mendapat bayaran tinggi-tinggi, ‘honor’ kurator masih jauh lebih besar. Misalnya saja dengan Christian Ronaldo. CR7 mendapat 10 juta Euro per tahun atau setara dengan Rp. 120,141 M. Ini artinya, CR7 hanya bergaji Rp. 10 Miliar /bulan. Begitu juga dnegan Messi, yang hanya sekitar Rp. 126 Miliar per tahun. Bahkan dibanding pemain termahal Samuel Eto’o pun, yang bergaji 20 juta Euro per tahun atau sekitar Rp.240 Miliar per tahun, gaji Eto’o sebesar Rp. 20 Miliar per bulan masih kurang dari setengah ‘honor’ untuk kurator kasus pailit Telkomsel ini. Kalaupn disamakan dengan kewajiban Telkomsel bayar Rp. 146,808 Miliar, angak Rp. 24,45 Miliar masih tetap di atas Eto’o.
Diberitakan sebelumnya, sebagai kelanjutan kasus putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terhadap PT Telkomsel, Septembe lalu, yang kemudian berdasar keputusan Mahkamah Agung Telkomsel dibebaskan dari pailit, Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat kembali mengeluarkan Putusan bernomor 48/Pailit/2012/PN.Niaga JKT.PST jo No.704K/Pdt.Sus/2012 yang isinya menetapkan kewajiban Telkomsel untuk membayar fee kurator sebesar Rp 146,808 Miliar.
Angka tersebut berasal dari perhitungan 0,5% dikali total aset yang dimiliki Telkomsel sekitar Rp 58,723 triliun, sehingga didapat Rp. 293.616.135.000. Angka ini kemudian dibagi menjadi dua, antara Telkomsel dengan Pemohon pailit yaitu Prima Jaya Informatika (PJI), sehingga masing-masing dibebani Rp. 146,808 miliar.
Terhadap angka itu, Tim Kuasa Hukum Telkomsel, Andri W Kusumah menolak penetapan PN Niaga tersebut. "Terdapat beberapa alasan kuat untuk melakukan penolakan terhadap penetapan fee kurator yang diputuskan oleh PN Niaga Jakarta pusat itu," kata Andri.
Dijelaskan Andri, alasan pertama adalah karena kepailitan Telkomsel telah dibatalkan, sehingga tidak ada tindakan pemberesan yang dilakukan kurator. Kemudian, fee kurator menjadi beban Pemohon Pailit (PJI) karena Telkomsel batal pailit sebagaimana yang diatur pada pasal 2 ayat (1) huruf c PERMENKUMHAM No.1 Tahun 2013, tanggal 11 Januari 2013.
"Fee kurator menjadi beban dari Pemohon Pailit, sebab tugas Kurator baru berakhir dengan melakukan Pengumuman atas Batalnya Kepailitan Telkomsel pada harian Kompas dan Bisnis Indonesia, pada tanggal 14 Januari 2013. Sehingga yang berlaku adalah Permen Kumham No. 1 Tahun 2013,” papar Andri.
Sebagaimana diketahui, kasus ini bermula pada 21 Juni 2012, Telkomsel menghentikan kontrak secara sepihak, sehingga merugikan distributor voucher isi ulang Kartu Prima PT PJI, senilai Rp5,3 miliar. Padahal, kerjasama antara Telkomsel dengan PT Prima disepakati sejak 1 Juni 2011 sampai Juni 2013.
Akibatnya, PJI menanggung kerugian Rp5,3 miliar. Selanjutnya, PJI mengajukan gugatan pailit ke Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat. Pada 14 September, Majelis Hakim PN Jakpus yang dipimpin Agus Iskandar memutuskan Telkomsel pailit atas permohonan. Telkomsel kemudian melakukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). MA kemudian telah mengabulkan permohonan kasasi Telkomsel terkait permohonan pailit yang diajukan PJI ke Pengadilan Negeri, Jakarta Pusat. Perkara itu diputus oleh Majelis Hakim Agung Abdul Kadir Mappong, Suwardi dan Sultoni, pada Rabu (21/11). Telkomsel pun tak jadi pailit.