MAJALAH ICT – Jakarta. Menurut Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), perselisihan tagihan antara pengguna dengan operator berada di posisi ke-2 pengaduan yang disampaikan konsumen telekomunikasi kepada BRTI. Demikian disampaikan Anggota BRTI Fetty Fajriati.
"Kualitas layanan menempati pengaduan tertinggi dengan 66%, kemudian persilihan tagihan sebesar 18%, SMS Spam 9%, penipuan 6%, sisa 1% merupakan jenis pengaduan lainnya," ungkap Fetty saat Focus Groups Discussion yang diseleggarakan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). "Telkomsel mendapat total pengaduan 83.036. Namun dari pengadua tersebut, 83.035 sudah diselesaikan dan hanya 1 yang masih belum selesai," kata Fetty. Ditambahkannya, pengaduan yang masuk ke BRTI ini diterima oleh contact center BRTI di 159.
Sementara itu, Ketua BPKN Ardiansyah Parman, melihat bahwa sosialisasi masalah pentarifan kepada konsumen dirasa kurang. Hal yang sama diamini Anggota BPKN Nurul Yakin Setia Budi. "Perlu ada upaya memberikan informasi tarif secara jelas kepada konsumen, sebab jika tidak maka persoalana ini akan terus muncul karena persoalannya sistemik," ujar Nurul.
Sementara itu, Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi melihat, tagihan yang membludak memang tidak serta merta disebabkan kesalahan sistem tagihan di operator. "Operator punya kewajiban untuk menyampaikan pentarifan secara jelas dan lengkap. Namun pernah juga ada kasus dimana terjadi salah paham di sisi konsumen. Misalnya, layanan BlackBerry unlimited yang dianggap ketika ke luar negeri tidak dikenakan biaya tambahan, kemudian ketika menelepon dan kirim SMS juga sudah termasuk dalam tarif unlimited tersebut. Kuncinya memang perlunya sosialisasi mengenai hal ini. Sekali-kali mungkin perlu semua operator beriklan bersama di media massa dan menjelaskan soal pentarifan agar konsumen mengerti," terangnya.