MAJALAH ICT – Jakarta. Rontoknya beberapa situs penting di Australia oleh hacker yang mengaku berasal dari Indonesia mendapat tanggapan dari Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Arief Sulistyanto di Mabes Polri, Jakarta. Mabes Polri menolak tudingan bahwa yang melakukannya adalah peretas dari Indonesia.
Kalau mengatasnamakan orang Indonesia, belum tentu orang Indonesia. Jadi ini harus diteliti dulu mulai dari pusat datanya, caranya meretas seperti apa, kemudian ditelusuri lagi sehingga kami belum bisa memastikan apakah itu orang Indonesia. Peretas atau hacker pastinya adalah orang yang benar-benar menguasai masalah teknologi informasi sehingga tidak mungkin menggunakan identitas asli mereka," kata Arief.
Dijelaskan Arief, dalam kasus peretasan sejumlah situs pemerintahan Australia, penegakan hukum dilakukan di lokasi kejadian sesuai dengan yurisdiksi penegak hukum setempat. "Dilihat juga bagaimana cara meretasnya, apakah diretas dengan metode DOS, DDoS, atau device (alat). Baru kemudian dicari pelakunya yang dipastikan oleh IP address," jelasnya.
Arief mengungkapkan, dalam direktoratnya ada bagian khusus yang menangani masalah kejahatan dunia maya (cyber crime). Dalam penanganan kasus perestasan, hal pertama yang harus dilihat adalah lokasi data center atau pusat data. Setelah ditemukan IP address pun, belum tentu bisa dipastikan yang bersangkutan benar orang Indonesia atau berada di Indonesia karena banyaknya perangkat lunak (software) yang digunakan untuk memanipulasi.