Search
Jumat 4 Oktober 2024
  • :
  • :

Proses Seleksi Anggota KPI Pusat Digugat Masyarakat

MAJALAH ICT – Jakarta. Komisi I DPR RI telah memilih 9 Anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Periode untuk periode 2016-2019. Namun begitu, nampaknya hasilnya akan menggantung mengingat adanya gugatan terhadap proses pemilihan punggawa sektor penyiaran di Indonesia ini.

Sejumlah warga masyarakat mengirimkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan telah didaftarkan awal pekan ini. Mereka yang gugat meliputi Fajar A. Isnugroho (Warga Sidoarjo, Jawa Timur), Alem Febri Sonni (Warga Makassar, Sulawesi Selatan), Achmad Zamzami (Aktivis Muda Nahdlatul Ulama), dan Arie Andyka (Praktisi Hukum). Selain itu, lembaga Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Sulawesi Selatan juga melakukan gugatan.

Dijelaskan Fajar A. Isnugroho, persoalan seleksi dimulai ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyerahkan proses seleksi komisioner lembaga yang mengawasi penyiaran di Indonesia itu ke pemerintah. Pemerintah, melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menindaklanjuti dengan membentuk Panitia Seleksi (Pansel). Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran. Pasal 61 ayat (2) undang-undang mengatur keterlibatan pemerintah hanya terjadi saat KPI pertama dibentuk. "Penafsiran yang berbeda yang dilakukan terkait hal ini merupakan salah satu pelanggaran yang dilakukan," katanya.

Selain itu, tambahnya, Pasal 10 ayat (1) UU Penyiaran menyebut calon komisioner KPI tidak dibatasi usia. Namun, Pansel mengatur usia calon komisioner KPI yang mana hal itu tidak memiliki dasar hukum. Adapun utamanya dilayangkan gugatan, kata Fajar, karena mekanisme yang ditempuh untuk menyeleksi calon komisioner KPI periode 2016 – 2018 dinilai mengancam sistem demokrasi dan kebebasan pers. Posisi KPI sebagai lembaga negara independen yang merupakan perwakilan masyarakat juga terancam dengan berperannya pemerintah dalam proses penentuan komisioner KPI. "Dominasi pemerintah berpotensi menghasilkan pengawas penyiaran yang terkooptasi oleh kepentingan kekuasaan terhadap pers," pungkasnya.