MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah diminta untuk mempercepat revisi PP No.52/2000 dan PP No.53/2000 guna mengefisiensi industri telekomunikasi dan untuk keadilan masyarakat di seluruh Indonesia. Revisi ini dipelrukan untuk memberi kepastian bagi industri telekomunikasi ditengah pesatnya perkembangan teknologi informasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital Indonesia dan perekonomian nasional. Demikian haisl diskusi yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) di Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Seminar bertema Mendorong Efisiensi Berkeadilan Industri Telekomunikasi Nasional diselenggarakan oleh INDEF. Seminar ini digelar untuk memberikan masukan dan pandangan stakeholder kepada pemerintah dalam rangka penataan regulasi di sektor telekomunikasi yang mampu mendorong perekonomian nasional.
Seminar ini dihadiri oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara sebagai keynote speaker, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Achmad M. Ramli, Direktur Eksekutif INDEF Eni Sri Hartati, pakar kebijakan publik Agus Pambagio, pakar telekomunikasi Nonot Harsono, Ketua YLKI Tulus Abadi dan Anggota Komisioner KPPU Tresna Priyatna.
Menurut Dirjen PPI Ahmad Ramli, pihaknya telah merumuskan empat poin untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan tersebut dengan cara yang paling solutif dan efisien, yakni konvergensi, interkoneksi, network sharing, dan akses layanan publik dan layanan prima serta menjadi solusi yang paling cepat dan efektif.
Sementara itu, ahli kebijakan publik Agus Pambagio mengatakan pemerintah sebaiknya segera mengesahkan revisi PP No. 52 dan PP No.53 untuk mengakhiri polemik sehingga masyarakat cepat mendapatkan manfaat dan menjadi katalisator untuk perkembangan ekonomi digital Indonesia. "Ekonomi kita tidak akan jalan ke mana-mana jika hal ini terus dipolemikkan. Apalagi soal interkoneksi, dalam beberapa tahun ke depan akan hilang karena semua tren akan beralih ke data, apalagi bila Palapa Ring sudah tersambung," ujarnya.
Ditegaskan Agus, tidak perlu membawa isu nasionalisme tetkait revisi tersebut. "Ini bukan masalah operator merah-putih lawan operator asing, karena semua operator besar di Indonesia ada pemegang saham asingnya semua," sergah Agus.
Tresna Priyatna dari KPPU menyatakan, konsep active infrastructure sharing adalah positif dalam konteks persaingan karena menghilangkan potensi penyalahgunaan posisi dominan kepemilikan infrastuktur oleh operator besar. Keterbukaan infrastruktur, jaringan dan interkoneksi memungkinkan pemain baru yang kompeten untuk masuk ke pasar dengan cepat. Selain itu, peningkatan pelayanan yang lebih terjangkau, berkualitas, dan cepat dapat diwujudkan. "Semuanya demi mendukung kesejahteraan," ujar Tresna.