MAJALAH ICT – Jakarta. Rapat Kerja Komisi DPR RI dan Pemerintah hari ini (14/3/2016) membahas mengenai RUU Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Menkominfo menyampaikan Keterangan Presiden RI mengenai RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
UU ITE merupakan undang-undang pertama di Bidang TI dan Transaksi Elektronik sebagai produk legislasi yang sangat dibutuhkan dan telah menjadi pionir dalam peletakan dasar pengaturan dan perlindungan di bidang perlindungan dan pemanfaatan TI dan Transaksi Elektronik.
“Selain itu sebagaimana termaktub dalam Pasal 4 UU ITE bahwa pemanfaatan TI dan Transaksi Elektronik juga bertujuan mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejateraan rakyat meningkatkan efektiftas dan efisiensi pelayanan publik serta membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk mengajukan pemikiran dan kemampuan tujuan di Bidang TI,” jelas Menkominfo Rudiantara saat menyampaikan Nota Presiden RI pada Rapat Kerja dengan Komisi I bersama Menkumham yang diwakili Dirjen Peraturan Perundang-undangan Widodo Eka Cahyana di Gedung DPR RI, Jakarta.
“RUU Perubahan tersebut atau disebut juga RUU Perubahan Undang-undang D bahwa perubahan tersebut telah disampaikan oleh Presiden RI kepada Ketua DPR RI melalui Surat Nomor: 79/ PRES/12/2015 tanggal 21 Desember 2015 dimana Presiden RI menugaskan Menkominfo dan Menkumham untuk bersama-sama maupun secara sendiri-sendiri mewakili Presiden RI dalam pembahasan RUU dimaksud di DPR RI,” jelas Rudiantara.
Dipaparkannya, ada tujuh substansi pokok revisi UU ITE. Pertama, menghapus amanat tata cara pengaturan intersepsi atau penyadapan melalui peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi yang memutukan bahwa tata cara intersepsi harus diatur dengan undang-undang. Kedua, menurunkan ancaman pidana dan bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik melalui sistem elektronik dari ancaman paling lama enam tahun penjara atau denda paling banyak paling lama sebanyak satu milyar rupiah menjadi paling lama empat tahun penjara dan atau denda sebanyak Rp 750.000.000750.000.000.
”Ketiga menambah penjelasan pasal 27 ayat 3 bahwa penghinaan atau pencemaran nama baik mengacu pada ketentuan Pasal 310 dan 311 KUPH sehingga kriteria pencemaran atau penghinaan nama baik lebih terukur dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan serta penegakan hukum. Kemudian, Keempat, menegaskan sebuah tindak pidana penghinaan dan atau pencemaran nama baik melalui sistem elektronik adalah delik aduan sehingga hanya korban yang dapat mengadukan kepada aparat penegak hukum,” jelas Rudiantara.
Menkominfo selanjutnya menyebutkan substansi kelima adalah mengubah ketentuan mengenai penggeledahan atau penyitaan sistem elektronik dilakukan sesuai dengan hukum acara pidana. Keenam, mengubah ketentuan mengenai penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana TI dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai hukum acara pidana dan agar menambah efisiensi proses dan kepastian hukum.
“Dan substansi ketujuh adalah menambah kewenangan penyelidik PNS (PPNS) yaitu kewenangan membuat tidak dapat diaksesnya konten ilegal dan meminta informasi kepada penyelenggara sistem elektronik sehingga hak-hak masyarakat lebih terlindungi,” ungkap Menkominfo.
Rapat Kerja Komisi I DPR RI dengan Kementerian Kominfo dan Kementerian Kumham juga mendengarkan Pandangan Umum fraksi-fraksi mengenai RUU Perubahan atas UU ITE dan salinan Pandangan Umum Fraksi diserahkan kepada Menkominfo dan Menkumham.