MAJALAH ICT – Jakarta. Dell dan Intel hari ini meluncurkan hasil riset Global Evolving Workforce kedua, yang mengidentifikasi dan menggali tren-tren masa kini dan masa depan berkaitan dengan tempat kerja dan tenaga kerja, serta peran teknologi dalam evolusi keduanya. Riset ini mewawancarai hampir 5.000 karyawan perusahaan kecil, sedang dan besar di 12 negara dan menemukan sejumlah informasi penting yang harus dipertimbangkan para pemimpin bisnis, manajer TI, dan profesional di bidang sumber daya manusia ketika mereka merekrut, mendukung dan mempertahankan tenaga kerja mereka.
“Sebagai penyedia teknologi mobile terdepan, sangat penting bagi kami untuk terus mengikuti berbagai perubahan yang terjadi sehingga kami dapat terus menyediakan solusi dan layanan yang tepat untuk mendukung aktivitas tenaga kerja yang terus berevolusi,” ujar Catherine Lian, Managing Director, Dell Indonesia. “Dan dari hasil riset terbaru ini, saat ini definisi kantor tidak lagi dibatasi di meja karyawan yang dikelilingi dinding kantor perusahaan tempatnya bekerja. Konektivitas telah mengaburkan batasan antara kehidupan profesional dan pribadi, serta perangkat, sehingga sangat penting bagi karyawan untuk memiliki akses data tanpa batas, baik ketika mereka berada di kantor, rumah, dan sedang dalam perjalanan, agar mereka bisa tetap produktif. Dan TI bertugas untuk mengamankan dan mengelola data dan penggunanya dimana pun data dan penggunanya berada.”
Tren utama yang disimpulkan dari riset ini fokus pada di mana dan bagaimana karyawan bekerja, pengaruh teknologi dalam kehidupan pribadi dan bekerja, serta prediksi otomatisasi teknologi di masa depan. Dari riset didapat fakta bahwa dimana pun dan kapan pun mereka bekerja, karyawan menggunakan lebih dari satu perangkat untuk menyelesaikan pekerjaannya. Lebih dari setengah karyawan yang menggunakan desktop juga menggunakan perangkat lain, dan mereka yang menggunakan tablet atau laptop 2-in-1 untuk bekerja, hanya menggunakannya bersama dengan perangkat lain. Tapi, adopsi tablet dan 2-in-1 terus meningkat, dengan penggunaan tertinggi oleh para eksekutif dan di negara-negara berkembang. Kinerja menjadi prioritas utama yang diinginkan para karyawan dari perangkat kerja mereka, dengan 81 persen menempatkan kinerja sebagai atribut terpenting pertama atau kedua.
Selain itu, enam puluh dua persen karyawan menyatakan PC desktop adalah perangkat bisnis utama mereka di kantor, dengan penggunaan tertinggi tercatat di industri jasa keuangan, kesehatan umum, dan pemerintahan. Tapi ketika bekerja di rumah, frekuensi penggunaan laptop setara dengan desktop. Untuk keperluan pribadi, karyawan berpindah ke teknologi yang lebih mobile, seperti laptop, tablet, dan 2-in-1, di mana tingkat penggunaannya jauh lebih tinggi dibandingkan saat mereka bekerja di kantor.
Ketika karyawan bekerja di beberapa lokasi berbeda, kantor masih menjadi pilihan tempat kerja utama. Sembilan puluh tujuh persen karyawan menyatakan menghabiskan waktu beberapa jam di kantor. Rata-rata karyawan di negara maju menghabiskan waktu 32 jam di kantor, dibandingkan dengan 26 jam bagi karyawan di negara berkembang. Tiga puluh lima persen karyawan di seluruh dunia mengindikasikan mereka bekerja di tempat umum rata-rata dua jam per minggu. Karyawan rata-rata menghabiskan waktu empat jam per minggu bekerja di lokasi di luar kantor mereka, seperti di kantor klien, dan lima jam per minggu bekerja dari rumah, dibandingkan dengan 29 jam per minggu bekerja di kantor.
Tapi gangguan di kantor rupanya menjadi masalah. Karyawan yang harus bekerja di kantor menyatakan mereka bekerja lebih baik saat berada di meja kerja mereka (76 persen), tapi 48 persen menyatakan mereka seringkali terganggu. Hampir satu dari lima karyawan menggunakan headphone atau earphone di kantor, dan penggunaan alat tersebut meningkat dua kali lipat bagi mereka yang merasa sering terganggu.
Kantor sepertinya juga tidak membantu dalam meningkatkan komunikasi interpersonal, karena 51% karyawan masih lebih sering menggunakan IM atau email untuk berkomunikasi dengan rekan kerja yang secara fisik berada di dekat mereka, daripada langsung menghampiri dan berbicara langsung.
Persepsi tentang bekerja di rumah mulai berubah dengan 52 persen karyawan yang diwawancarai percaya bahwa mereka yang bekerja dari rumah memiliki tingkat produktivitas yang sama atau lebih tinggi daripada mereka yang bekerja di kantor. Tapi perubahan persepsi ini tidak terjadi di semua negara, karena empat dari 10 karyawan di China, India, Turki dan Uni Emirat Arab percaya mereka yang bekerja dari rumah memiliki tingkat produktivitas lebih rendah, dan 29 persen karyawan di negara-negara maju tidak yakin harus memilih apa. Dari mereka yang pernah bekerja dari rumah, setengahnya percaya mereka lebih produktif di rumah dibandingkan saat berada di kantor. Dari 50 persen sisanya, 36 persen percaya produktivitas mereka di rumah dan kantor sama, dan hanya 14 persen yang menyatakan tingkat produktivitas mereka lebih rendah.
Bekerja dari rumah juga memberikan beberapa manfaat: 30 persen tidur lebih lama, 40 persen menghabiskan waktu di jalan lebih sedikit, dan 46 persen karyawan merasakan lebih sedikit stres. Tapi bekerja dari rumah tidak selalu menguntungkan. Karyawan mendapatkan gangguan dari suami/istri, anak-anak, orang tua, dan binatang peliharaan di rumah, dan 20 persen karyawan menyatakan olahraga mereka berkurang ketika bekerja di rumah, dan 38 persen menyatakan mereka lebih banyak mengkonsumsi makanan ringan.
Seiring kemajuan teknologi, orang kini semakin fleksibel memilih kapan dan dari mana mereka memenuhi kewajiban profesional mereka. Enam puluh empat persen karyawan di dunia melakukan setidaknya beberapa pekerjaan di rumah setelah jam kerja. Karyawan di negara-negara berkembang semakin diharapkan untuk bisa dihubungi saat berada di rumah, dengan 83 persen menyatakan mereka memeriksa email kantor setelah jam kerja, dibandingkan dengan 42 persen di negara-negara maju.
Garis pemisah antara “kerja” dan “pribadi” bagi eksekutif jauh lebih kabur dibandingkan karyawan lainnya. Para eksekutif tersebut menyatakan mereka lebih sering menggunakan teknologi pribadi untuk bekerja dibandingkan karyawan lainnya (64 persen vs 37 persen), membawa pulang teknologi dari kantor untuk keperluan pribadi (45 persen vs 20 persen), dan mengakses situs/aplikasi/software pribadi di tempat kerja (67 persen vs 49 persen).
"Tantangan yang dihadapi oleh banyak departemen TI adalah bagaimana mengelola dan mengamankan jumlah perangkat yang terus bertambah, yang digunakan di dalam dan di luar sebuah organisasi. Smartphone, khususnya, menjadi perangkat utama di balik model BYOD,” kata Bob O’Donnell, pendiri dan chief analyst, TECHnalysis Research. “Hal tersebut memaksa banyak organisasi berpikir ulang cara mereka mengelola perangkat, khususnya yang tidak dibeli atau tidak sepenuhnya bisa diakses oleh departemen TI.”
Tujuh puluh enam persen karyawan menyatakan bahwa teknologi telah mempengaruhi cara mereka bekerja sepanjang tahun lalu. Empat puluh enam persen mengatakan teknologi telah meningkatkan produktivitas mereka dan memungkinkan mereka berkomunikasi lebih cepat. Tapi beberapa merasakan teknologi yang mereka miliki justru menghambat produktivitas mereka dan telah menghambat perkembangan karir mereka, dengan India mencatat angka tertinggi.
Para karyawan umumnya optimis dengan masa depan teknologi, percaya bahwa teknologi akan terus berevolusi dan akan memberikan berbagai manfaat dan kemampuan berbeda bagi tenaga kerja, tapi tidak akan mengubah cara orang bekerja secara fundamental. Mereka percaya, di masa depan, teknologi pengenalan suara akan lebih banyak digunakan dibandingkan keyboard (92 persen), tablet akan sepenuhnya menggantikan laptop (87 persen), semua komputer akan menggunakan gerakan tangan (87 persen), dan keyboard dan mouse akan hilang (88 persen).
Dalam riset ini, Dell dan Intel menugaskan TNS untuk melakukan riset Global Evolving Workforce dengan mewawancarai 4.764 karyawan tetap yang bekerja di perusahaan-perusahaan kecil, menengah dan besar – yang tersebar di 12 negara (Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, Brazil, China, India, Rusia, Turki, Uni Emirat Arab, dan Afrika Selatan) dan enam industri swasta (jasa keuangan, manufaktur, ritel, media & hiburan, kesehatan, dan pendidikan) dan tiga industri publik (pemerintahan, kesehatan, dan pendidikan). Survei kuantitatif ini dilakukan mulai dari 11 Juli 2014 hingga 5 September 2014. Dell juga mewawancarai para pakar industri dan analis sumber daya manusia, teknologi, dan pakar psikologi organisasi untuk mengetahui pendapat mereka tentang hasil riset ini.