Search
Jumat 4 Oktober 2024
  • :
  • :

Saatnya Mereformasi Industri Penyiaran Tanah Air (Bagian 1)

MAJALAH ICT – Jakarta. Industri penyiaran praktis tidak bergeming dari sejak UU Penyiaran No.32-2012 diketuk. Alih-alih menjalankan amanat UU ini dengan baik, perlawanan demi perlawanan dilakukan. Dari soal stasiun televisi berjaringan, penolakan beberapa Peraturan Pemerintah, hingga konten-konten yang sempat disemprit Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), seolah jadi bahan lelucon saja, untuk kemudian dihadirkan acara yang sama, dengan pembawa acara yang sama, dengan nama program yang diganti sedikit saja, bahkan. Misalnya saja, dari Empat Mata menjadi (Bukan) Empat Mata.

Dan sekarang ini, saat pemerintah dan DPR sedang membahas revisi UU Penyiaran dan KPI Pusat sedang melakukan evaluasi perpanjangan perijinan lembaga penyiaran swasta khususnya, merupakan waktu yang tepat untuk mengevaluasi kembali keberadaan lembaga penyiaran, apakah memang diversity of content atau keberagaman isi dan diversityf of ownership atau keberagaman pemilik sesuai semangat UU Penyiaran sudah terwujud. Sebab bukan rahasia umum lagi, saat acara horor laku, semua TV menampilkan cerita horor, saat joget-jogetan dimintai, yang lain juga ikut-ikutan menyiaran acara sejenis. Sementara soal keberagaman pemilik, kepemilikan silang yang dilaranng oleh UU, meski tidak diakui hal ini ada secara kasat mata.

Evaluasi KPI

Kehadiran program lokal yang menjadi kewajiban untuk disiarkan oleh televisi berjaringan, menjadi sorotan dalam pelaksanaan Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) PT Global Informasi Bermutu (Global TV) yang diselenggarakan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), di kantor KPI DKI Jakarta.  Hal tersebut diungkap oleh Rusdi Saleh dari Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) dan Jack Soububer (Ketua KPID Papua) yang hadir sebagai narasumber pada forum EDP ini.

Rusdi mempertanyakan keberadaan narasumber yang paham dan mengerti tentang masyarakat dan budaya Betawi untuk program lokal di Global TV. Selain itu dirinya juga meminta Global TV menambah lagi durasi penayangan program lokal. Masukan tentang program lokal juga disampaikan KPID Papua yang berkesempatan hadir di forum EDP ini. Secara khusus Jack menyampaikan harapan masyarakat Papua agar televisi berjaringan ini menayangkan acara seremonial di daerah tersebut. “Siaran yang bagus tentang Papua melalui televisi, tentunya dapat mengundang investor hadir ke Papua,” ujar Jack.

Sejalan dengan hal itu Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo, menyampaikan hasil evaluasi KPI terhadap pelaksanaan siaran lokal dalam sistem siaran berjaringan (SSJ) yang dilakukan oleh Global TV.  Sementara itu Komisioner KPI Pusat bidang pengawasan isi siaran Rahmat Arifin menyampaikan hasil pemantauan KPI terhadap pelaksanaann Iklan Layanan Masyarakat (ILM) yang disiarkan oleh Global TV. Selain itu Rahmat juga menyampaikan tentang kecenderungan sanksi yang diterima Global TV dari KPI.

Pada kesempatan tersebut, Ervan Ismail dari KPI DKI Jakarta menyampaikan harapan dari Wakil Gubernur DKI Jakarta agar stasiun televisi membuat tayangan untuk mengajak anak-anak belajar di jam belajar. Evaluasi lainnya disampaikan oleh Tika Bisono (Psikolog) yang mengingatkan Global TV untuk mencantumkan hak intelektual dari para pencipta lagu yang karyanya digunakan untuk setiap program acara. Menurut Tika, dari pengamatannya selama ini, dalam credit title di tiap akhir program pengelola televisi tidak mencantumkan hal tersebut.

Pada forum EDP ini, sebagai pemohon perpanjangan izin, pihak Global TV dipimpin langsung oleh David Fernando Audy selaku Direktur Utama, yang didampingi antara lain oleh Arya Sinulingga (Direktur Corsec), Ida Ayu Trisnamurti (Legal dan Corporae Secretary), dan Apreyvita (Pemimpin Redaksi).

Nilai keberagaman yang diusung oleh televisi yang sedang mengajukan perpanjangan izin, seharusnya dapat terlihat dengan adanya keragaman wajah yang hadir di layar kaca. Misalnya dengan kehadiran penyiar televisi dengan wajah dari Papua, Ambon ataupun daerah lainnya. Sehingga kemajemukan bangsa ini juga dapat ditemukan di televisi. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat koodinator bidang kelembagaan, Bekti Nugroho dalam Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) PT Indosiar Visual Mandiri (Indosiar).

Pada kesempatan tersebut Bekti memaparkan kondisi aktual yang berkembang di masyarakat. Mengutip laporan dari Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), ketahanan negara ini sudah mengkhawatirkan. Hal tersebut ditunjukkan dengan berbagai kasus kriminal yang tidak masuk akal, seperti mahasiswa yang tega membunuh dosennya. Penyiaran sendiri, bagi masyarakat sudah menjadi food of mine, ujar Bekti, “Jangan sampai kejadian aneh ini karena konteks penyiaran kita tidak didisain sebagai makanan yang bergizi,” ujarnya.

Hasil evaluasi dari KPI terhadap Indosiar disampaikan pula pada forum tersebut oleh Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Azimah Subagijo. Dikatakan Azimah, dalam hasil evaluasi KPI, masih ada beberapa program siaran dari Indosiar yang terkategori merah, atau harus dihentikan. Selain itu Azimah juga menyampaikan penilaian KPI atas pelaksanaan program lokal dalam sistem stasiun berjaringan oleh Indosiar.

Sementara itu, netralitas dan independensi lembaga penyiaran adalah sebuah keharusan yang harus dijaga pengelola televisi dan radio. Apalagi hal tersebut sudah menjadi hal yang diamanatkan dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran. Hal tersebut disampaikan Komisioner KPI Pusat Koordinator bidang Kelembagaan Bekti Nugroho dalam acara Evaluasi Dengar Pendapat (EDP) untuk PT Media Televisi Indonesia (METRO TV).

Hal serupa juga disampaikan oleh Leanika Tanjung, komisioner KPI DKI Jakarta yang mengingatkan bahwa Metro TV pernah mendapatkan sanksi akibat pelanggaran netralitas isi siaran pada perhelatan pemilihan presiden tahun 2014. “Soal independensi,  buat saya itu, kartu mati!”, tegas Lea.

Pada kesempatan itu, Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad memberikan pendapat bahwa secara umum Metro Tv sudah menjalankan fungsinya sebagai media di Indonesia. “Namun ada satu nila setitik, soal independensi dan netralitas,” ujar Idy. Maka tak heran kalau kemudian publik mempertanyakan posisi Metro TV terkait kontestasi politik, baik dalam peilu atau pilpres.

Sebagai TV yang memposisikan diri dengan format TV Berita, evaluasi terhadap Metro TV juga banyak diarahkan pada program jurnalistik. Pembina Masyarakat TV Sehat Indonesia, Fahira Idris memiliki catatan pada program Metro Hari Ini pada tahun 2012 tentang Rohis dan kaitannya dengan regenerasi teroris, yang menghasilkan rekor aduan public terbanyak kepada KPI. Selain itu Fahira juga menyampaikan bahwa Metro TV pernah menyiarkan berita tentang penggrebekan Warnet yang menyorot adegan tidak pantas, serta liputan Bom di Thamrin. Fahira melihat munculnya berita-berita yang tidak valid di Metro TV ini sangat memprihatinkan. “Padahal masyarakat cenderung mempercayai berita sebagai kebenaran yang absolut”, ujar Fahira.

Saat EDP perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP) dari PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (MNC TV), Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengawasan isi siaran, Agatha Lily yang menjadi pimpinan sidang EDP kali ini menyampaikan hasil evaluasi KPI terhadap MNC TV. Lily memaparkan program-program acara yang pernah mendapatkan sanksi dari KPI. Selain itu dirinya juga menyoroti sinetron dengan tema dan judul yang berlebihan yang hadir di MNC TV. 

Isu netralitas dan independensi lembaga penyiaran diangkat oleh Komisioner KPI DKI Jakarta, Leanika Tanjung. Lea menyampaikan hasil pemantauan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) Remotivi atas pemberitaan di MNC TV. “Menurut saya, independensi itu berarti harus lepas dari kepentingan pemodal,” tegas Lea.

Hal lain yang juga menjadi bahan evaluasi untuk MNC adalah kehadiran musik dangdut yang sempat identik dengan MNC TV. Komisioner KPI Pusat bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran, Amiruddin menyampaikan, kalau MNC mau konsisten dengan dangdut sebenar cukup baik. “Apalagi dangdut telah menjadi budaya kita, meskipun lahir  sebagai genre irama melayu yang dekat dengan budaya Arab dan India,” ujar Amir. Menurutnya, perlu semangat dan konsistensi yang kuat untuk membangun citra dangdut itu sendiri yang merupakan bagian dari budaya lokal kita.

Saat mengevaluasi PT Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV), Idy menyampaikan sorotan paling tajam dari publik adalah muatan program bulan Ramadhan yang kerap kali dipenuhi hal-hal yang sia-sia. Misalnya, canda dan lawakan yang berlebihan, ujar Idy. Padahal, program Ramadhan di televisi harusnya sesuai dengan seman gat Ramadhan yang penuh kesyahduan dan kekhusyukan. Hal lain yang juga menjadi evaluasi untuk Trans TV, menurut Idy adalah program infotainment. “Kita punya mimpi agar infotainment kembali kepada khittahnya yang menghibur tapi tidak berisi gossip  murahan, selingkuhan atau konflik rumah tangga,” tegasnya.

Yang jadi sorotan juga adalah kehadiran acara musik yang kemudian berkembang menjadi acara hiburan yang berpeluang besar melanggar Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 & SPS). Dalam penilaian Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), banyak program music yang kemudian berubah lebih banyak candaan dan banyolan yang tidak pantas, dan bahkan sarat dengan penghinaan terhadap harkat dan martabat manusia. Hal itu disampaikan oleh Ketua KPI Pusat, Judhariksawan, dalam EDP PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di kantor KPI DKI Jakarta.

Judha menyampaikan bahwa salah satu aspirasi dari masyarakat yang disampaikan pada KPI adalah tentang acara musik yang menjadi variety show. “Usulan kami, acara seperti itu dihilangkan saja atau dikembalikan ke habitatnya sebagai acara musik’”, ujar Judha.  Dirinya menilai, perjalanan 27 tahun RCTI sebagai televisi swasta paling awal di Indonesia, justru tidak tercermin dalam program variety show (Dahsyat) tersebut.

Dalam kesempatan EDP untuk PT Surya Citra Televisi (SCTV), Judhariksawan menyampaikan penilaiannya terhadap program lokal yang disiarkan oleh SCTV. Menurut Judha, ada beberapa program lokal SCTV yang bukan murni lokal. Karenannya Judha meminta komitmen dari SCTV untuk pemenuhan program lokal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 

Evaluasi yang serupa juga disampaikan oleh Komisioner KPI Pusat koordinator bidang pengelolaan struktur dan sistem penyiaran.  Menurut Azimah, dalam evaluasi yang dilakukan KPI selama dua kali yakni pada Agustus 2015 dan Mei 2016, sudah terjadi peningkatan durasi konten lokal yang disiarkan oleh SCTV. Azimah menilai, program lokal Potret di SCTV sarat dengan budaya lokal yang menarik dan berkualitas. Namun demikian, Azimah melihat harus ada kesesuaian antara materi program lokal yang ditayangkan dengan lokalitas tempat stasiun lokal berdiri. Selain SSJ, Azimah juga mengharapkan adanya Iklan Layanan Masyarakat dengan materi literasi media, diantaranya tips menonton sehat dan klasifikasi program.

EDP untuk TV One menghadirkan narasumber Gun Gun Haryanto dan Ray Rangkuti. Kepada TV One, Gun Gun mengingatkan momen pemilihan presiden tahun 2014 lalu. Dirinya mempertanyakan apakah TV One menjaga jarak dengan konlfik kepentingan yang mempunyai dimensi politik saat itu. Dalam pandangan Gun Gun, televisi mempunyai tanggung jawab public dalam menyajiikan informasi yang tepat dan akurat. 

Selain itu, Gun Gun mengingatkan pula atas beberapa pemberitaan di TV One yang kemudian mendapatkan sanksi dari KPI. Sedangkan terkait independensi di lembaga penyiaran ditanyakan oleh Ray Rangkuti. Dirinya mempertanyakan ada tidaknya intervensi dari kelompok tertentu kepada redaksi di TV One.

Komisioner KPI Pusat bidang kelembagaan Fajar Arifianto Isnugroho menyampaikan persepsi masyarakat terhadap Trans 7, baik kritik dan apresiasi. Fajar memaparkan apresiasi masyarakat terhadap Trans 7 adalah hadirnya program-program anak yang mendidik, meningkatkan wawasan, serta program agama yang berkualitas. Sedangkan kritik masyarakat terhadap Trans 7 adalah tentang program infotainment yang sarat dengan gossip. Namun demikian, dalam persepsi masyarakat apresiasi terhadap program Trans 7 yang berkualitas masih lebih dominan.