MAJALAH ICT – Jakarta.Sidang lanjutan kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi oleh IM2 dan Indosat yang dianggap merugikan negara terus berjalan. Pada tahap mendengarkan keterangan saksi-saksi, hari ini sidang menghadirkan M. Rahmat Widayana, Direktur Operasi Sumber Daya Ditjen SDPPI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sebagai saksi.
Dari keterangan Rahmat, dijelaskan bahwa Indosat dan IM2 tidak menggunakan frekuensi bersama. Sebab, tidak mungkin ada penggunaan frekuensi bersama dalam waktu dan lokasi yang sama. "Bila ada penggunaan frekuensi bersama, maka kanal frekuensi tersebut akan tidak berfungsi," katanya.
Di persidangan, Rahmat juga menegaskan bahwa kerjasama Indosat dan IM2 telah sesuai regulasi. "Indosat sebagai penyelenggara jaringan menyewakan jaringan ke penyelenggara jasa telekomunikasi, dalam hal ini IM2. Hal itu telah sesuai regulasi, dan memang begitu aturan dalam Undang-Undang Telekomunikasi," jelasnya.
Ditambahkan pula, BHP Indosat selalu dibayar tepat waktu per tahun. "Sebab bila telat kena denda 2 persen per bulan. Bila ingkar bayar, maka akan terkena sanksi administratif sesuai Undang-Undang Penerimaan Negara Bukan pajak (PNBP) yang akan berlaku," kata Rahmat.
Dalam kesaksian minggu lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan Budi Dartono, pegawai Indosat. Dalam kesaksiannya, Budi mengungkapkan bahwa Biaya Hak Penyelenggaraan telekomunikasi dan USO (Universal Service Obligations) serta Biaya Hak Penggunaan Frekuensi 3G sudah dibayarkan oleh Indosat. Dan bisnis kerja sama Indosat dengan IM2, juga idlkukan dengan mitra lain seperti CBN, Lintasarta, dan Quasar.
Dari kesaksian tersebut, Penasehat Hukum Indar Atmanto, Luhut MP Pangaribuan menyatakan bahwa Indosat dan IM2 tidak melakukan pelanggaran. Fakta yang diungkapkan oleh saksi dalam persidangan juga menegaskan bahwa tidak ada tunggakan kewajiban Indosat terhadap pemerintah, baik dalam bentuk BHP Frekuensi, BHP Telekomunikasi maupun kewajiban lainnya, seperti kontribusi dana USO. Karena itu, "Seharusnya jaksa penuntut umum segera menghentikan proses peradilan ini," tegas Luhut kepada wartawan.
Ditambahkan Luhut, secara periodik, pihak Kementerian Komunikasi dan Informasi bersama dengan seluruh operator telekomunikasi termasuk Indosat dan IM2 duduk bersama melakukan apa yang disebut dengan "coklit" (pencocokan dan penelitian). Menurut Luhut, ini merupakan forum untuk mengecek dan mencocokkan hasil pencatatan dan perhitungan besaran kewajiban operator penyelenggara jasa dan jaringan yang dicatat oleh pihak Kementerian Kominfo, dengan kewajiban yang di catat oleh perusahaan.
Sementara itu, dalam persidangan sebelumnya, dihadirkan saksi-saksi yang diajukan JPU, yaitu Benny Hamid Hutagalung, Muhammad Yazid dan Dede Rusnandar yang seluruhnya merupakan karyawan dan mantan karyawan Indosat dan anak usahanya PT Indosat Mega Media (IM2).
Menurut salah seorang saksi, yang juga mantan Direktur Operasional IM2 Dede Rusnandar, dirinya mengaku heran sekaligus mempertanyakan kasus ini masih berjalan hingga kini. Model bisnis Indosat dan IM2 merupakan hal lazim yang dilakukan oleh semua operator telekomunikasi di Indonesia. "Model bisnis ini common practice karenanya saya heran kenapa kasus ini masih jalan? Justru IM2 merupakan perusahaan yang mempercepat penetrasi internet di Indonesia," kata Dede.
Dari pengakuan para saksi, kuasa hukum Indar Atmanto, Luhut Pangaribuan menyatakan keterangan saksi-saksi membuat kasus ini kian jelas. "Bukan hampir, tetapi semua operator menggunakan cara yang sama. Nah dengan begitu, kalau hal ini dipandang jaksa sebagai hal yang salah, masukkan saja semua operator biar terjadi kiamat internet. Kalau dalam dakwaannya disebutkan IM2 tidak membayar Biaya hak Penggunaan (BHP) frekuensi. Padahal frekuensi itu merupakan bagian dari jaringan yang merupakan milik Indosat. Adapun indosat sudah membayarnya," tegas Luhut.
Menurut Luhut, setelah mendengar keterangan saksi-saksi, semua sudah jelas sekali. Sehingga, "Kalau begitu untuk apalagi diteruskan. Ini jelas dakwaan yang sesat," ujarnya. Ditambahkam, soal perjanjian kerja sama (PKS) ini merupakan bagian rencana kerja dan anggaran IM2. Dengan kata lain, tidak ada hubungannya dengan Indar Atmanto, karena ini merupakan program kerja dari perusahaan bukan pribadi Indar Atmanto. "Sehingga, tidak ada pengalihan frekuensi dari Indosat kepada IM2, maupun penggunaan frekuensi bersama antara PT Indosat dan PT IM2. Tidak ada juga tunggakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) BHP telekomunikasi dan tidak ada ada tagihan PNBP BHP frekuensi terhadap PT IM2," tandasnya.