Search
Sabtu 12 Juli 2025
  • :
  • :

Sambangi Tiongkok, KPI Serap Masukan Terkait RUU Penyiaran

MAJALAH ICT – Jakarta. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat mendatangi Beijing dan Shanghai dengan salah satu agenda mencari masukan terkait revisi Undang-Undang (UU) No 32 tentang Penyiaran tahun 2002.

“Ini adalah kunjungan pertama KPI sejak berdiri pada 2003, dan tujuan kami ke sini adalah untuk belajar mengenai pengaturan penyiaran di China yang mungkin bisa diterapkan di Indonesia,” kata Ketua KPI Pusat Ubaidillah di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beijing pada.

Bersama dengan Ubaidillah, turut hadir Komisioner KPI Pusat Tulus Santoso, Muhammad Hasrul Hasan, dan Aliyah. Dalam pertemuan itu juga hadir Duta Besar RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun, Wakil Kepala Perwakilan RI Beijing Parulian Silalahi, staf dan pegawai KBRI serta sekitar 50 orang mahasiswa maupun WNI yang bekerja di Beijing.

Sebelum ke Beijing, Delegasi KPI Pusat sudah datang ke Shanghai untuk bertemu dengan Shanghai Media Group (SMG) di Shanghai sementara di Beijing, KPI Pusat juga bertemu dengan China Media Group (CMG) dan The National Radio and Television Administration (NRTA) yang juga melakukan fungsi pengawasan terhadap tv dan radia di China.

Dalam pertemuan tersebut, salah satu mahasiswi Indonesia di Beijing Normal University yaitu Anastasia Laras bertanya mengenai literasi digital dan cara mendorong agar lebih banyak konten positif khususnya mengenai China dan Indonesia.

Atas pertanyaan tersebut, Ubaidillah mengaku KPI masih punya berbagai keterbatasan untuk mendorong literasi digital karena dalam sekali acara hanya dapat memfasilitasi 30-40 orang, tapi kementerian dan lembaga negara lain juga melakukan kampanye literasi digital.

“KPI hanya dapat mengawasi apa yang sudah tayang di televisi maupun radio, tapi memang mengenai literasi digital ini menjadi masalah bersama apalagi karena COVID-19, anak-anak jadi belajar secara online melalui ponsel dan setelah pandemi selesai mereka tetap punya ponsel jadi perlu literasi digital bukan hanya untuk anak-anaknya tapi juga orang tua mereka,” ujar Ubaidillah

Dalam kunjungan ke China, Ubaidillah menyebut ingin mendapatkan perspektif lain soal pengaturan media digital.

“Tidak hanya rujukan kita ke Eropa dan Amerika tapi juga di China melakukan regulasi ke media sosial dan media baru yang mungkin diterapkan di Indonesia karena dari sisi jumlah penduduk sama-sama besar dan hubungan Indonesia-China semakin baik,” tambah Ubaidillah.

Sedangkan Dubes RI untuk Tiongkok dan Mongolia Djauhari Oratmangun mengatakan kolaborasi Indonesia-China dengan menggunakan “platform” digital sudah dilakukan dengan saling mengirimkan pemengaruh (influencer) China ke Indonesia dan influencer Indonesia ke China guna mendorong pariwisata.

“Kami mengirim ‘influencer’ China ke Indonesia untuk menunjukkan pariwisata Indonesia, jadi bisa juga digagas agar ‘content creator’ Indonesia bekerja sama dengan yang ada di Tiongkok saling tukar konten,” kata Djauhari.

Sebelumnya, pembahasan RUU Penyiaran menarik perhatian publik karena memuat sejumlah ketentuan yang memberi kewenangan KPI mengurusi soal jurnalistik yang selama ini menjadi ranah dewan pers, antara lain menangani sengketa pers.

Salah satu pasal yang disorot dalam draf RUU Penyiaran adalah larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Padahal, pemberitaan investigasi merupakan cara pers untuk menyajikan informasi lebih mendalam dan fakta-fakta yang belum terungkap.

Komunitas pers juga mengkritisi ketentuan penyelesaian sengketa jurnalistik penyiaran dilakukan oleh KPI karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers.

Pasal lain yang dipersoalkan adalah terkait penayangan isi siaran dan konten Siaran yang mengandung berita bohong, fitnah, penghinaan, dan pencemaran nama baik. Pasal ini sangat multitafsir, terutama menyangkut penghinaan dan pencemaran nama baik.

Awal Maret 2025, Komisi I DPR menggelar rapat dengar pendapat Panitia Kerja RUU Penyiaran dengan Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi) dan saat itu Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menyampaikan, perubahan fundamental pada industri penyiaran menuntut perubahan regulasi.