Search
Jumat 13 September 2024
  • :
  • :

SBY: DNI Belum akan Segera Diberlakukan

MAJALAH ICT – Jakarta. Kabar bahwa Pemerintah akan segera merevisi Daftar Negatif Investasi (DNI) dan segera memberlakukan DNI, dibantah Presiden susilo Bambang Yudhoyono. Bahkan SBY menaku kaget dengan ramainya perbincangan di masyarakat mengenai DNI. Padahal menurut SBY, dirinya sama sekali belum pernah menerima daftar yang dimaksud.

"Saya mengikuti perbincangan di ruang publik dan berbagai media massa, tentang yang disebut Daftar Negatif Investasi atau DNI. Yang saya tangkap dari perbincangan itu seolah-olah ini sudah menjadi keputusan pemerintah, keputusan Presiden. Setelah saya cek, jangankan di tingkat saya, pemikiran atau rencana ini juga belum dibahas di tingkat Menko Perekonomian," jelas SBY.

Ditambahkannya, hingga saat ini pemerintah sama sekali tidak pernah mengeluarkan kebijakan tentang DNI. "Itulah posisinya. Jadi bahwa rancangan itu akan segera diberlakukan jelas tidak benar," tandas Presiden.

Sebagaimana diketahui, soal perubahan DNI mencuat setelah Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar menyatakan pemerintah akan merelaksasi besaran investasi di kurang 10 bidang usaha dan membuka kesempatan investasi asing di lima bidang usaha lainnya. Hal ini dilakukan, guna meningkatan realisasi investasi yang masuk ke Indonesia. Salah satu sektor yang akan direvisi DNI nya adalah telekomunikasi. Investasi asing secara langsung, bukan melalui pasar modal, diizinkan hingga mencapai 65%. ""Ini masih dalam tahap finalisasi. Kita akan segera merampungkan revisi ini agar bisa segera disampaikan ke presiden," kata Mahendra.

Dijelaskan Mahendra, ada tujuh dari bidang usaha yang direlaksasi besarannya untuk investasi asing yakni Farmasi, Wisata Alam berbasis Kehutanan, Distribusi Film, Jasa Keuangan seperti Modal Ventura, Telekomunikasi, Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor (KIR) dan Rumah Sakit. "Telekomunikasi yang terdiri dari fix line, multimedia dan cell phone dinaikkan menjadi 65 persen," urai Mahendra.

Memang masih membingunkan pernyataan pemerintah ini. Mngkin yang dimaksudkan pemerintah, adalah layanan telekomunikasi yang sebelumnya asing dibolehkan kurang dari 65% kepmilikan sahamnya, nanti akan menjadi 65%. Sebab, untuk jaringan bergerak seluler sudah 65%. Memang untuk telepon tetap masih 49%, begitu juga untuk jaringan tetap tertutup. Belum jelas apakah menara dan konten akan dibuka untuk asing atau tidak, sebab khususnya menara telekomunikas haruslah 100% lokal.