Search
Jumat 26 April 2024
  • :
  • :

Setelah Pajak Google Tuntas, Sri Mulyani Tantang Menkominfo Atur Soal Badan Usaha Tetap OTT

MAJALAH ICT – Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menandaskan, setelah selesai dengan isu pajak Google, pemerintah akan mengejar pembayaran pajak dari perusahaan OTT (over the top) sektor informasi dan teknologi berbentuk Badan Usaha Tetap (BUT) yang beroperasi di Indonesia. Ini, menruutnya, merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan pembayaran pajak dan pembayaran pajak perusahaan BUT tersebut.

“Jadi, kalau mereka beroperasi di sini, mereka jadi obyek pajak. Kalau subyeknya itu mau dia ada di dalam negeri maupun di luar negeri, itu tidak jadi soal,” kata Sri Mulyani. Untuk itu, dirinya akan segera berkoordinasi lagi dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk mengatur soal BUT OTT tersebut. Hal itu, katanya, karena kebijakan OTT keluar dari Menkominfo. “Kalau itu kebijakan dari Menkominfo, karena mereka subyek pajak karena ada aktivitasnya di sini,” katanya.

Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) telah berhasil mendapat kesepakatan pembayaran pajak dari Google. Adapun kesepakatan tersebut merupakan pembayaran pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2016 berdasarkan ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Sayangnya, Sri Sri Mulyani enggan menyebutkan berapa besaran pajak tersebut, apakah berdasarkan penghitungan secara mandiri (self-assessement) Google atau berdasarkan perhitungan dari DJP Kemenkeu yang telah disepakati kedua pihak.

“Kami sudah ada pembahasan dengan mereka dan sudah ada suatu agreement berdasarkan SPT 2016,  tapi karena ini sesuatu yang sifatnya rahasia, maka tidak dapat dilakukan satu perusahaan atau wajib pajak membayar berapa,” yakinnya.

Beberapa waktu lalu. pas pertemuan Google dan Direktorat Jenderal Pajak, walapun terkesan tertutup namun secara tersirat Ditjen Pajak sudah menyampaikan ‘angka damai’ yang menjadi kewajiban pajak Google di Indonesia.

Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv menjelaskan, pihaknya telah menetapkan angka tagihan pajak untuk Google berdasarkan data yang diberikan Direktur Akuntansi Google Indonesia. Dalam angka tagihan tersebut komponen denda sebesar 150 persen dihilang, sehingga angka yang ditetapkan ini bisa disebut sebagai angka damai.

Haniv menjelaskan nilai tagihan tersebut juga tidak mengacu pada pembukuan keuangan Google lantaran perusahaan tak kunjung memberikan data yang dimaksud hingga hari ini. Padahal, data-data tersebut cuma berbentuk file dokumen yang bisa dengan mudah dikirimkan.

Menurutnya, pihak Ditjen Pajak juga tidak memperhitungkan investasi perusahaan yang bisa membuat nilai tagihan pajaknya membengkak empat kali lipat. Sehingga, Haniv menandaskan bahwa Google harus bersyukur diberikan angka tersebut dan bersedia membayar.

“Misal kita ungkap 10, dibayar seperlimanya saja. Ini angka sudah lebih kecil,” ujarnya. Angka itu dipakai dengan catatan pihaknya tidak perlu meminta dokumen keuangan Google.