MAJALAH ICT – Jakarta. Sidang kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi oleh IM2-Indosat masih terus berjalan. Dalam sidang Kamis (10/4) kemarin, menghadirkan beberapa saksi dan ahli terkait kasus ini, yaitu Asmiati Rasjid, Nasrul Waton dari BPKP dan Endah Fitriani dari IM2.
Saat menghadirkan Saksi Ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum, Asmijati Rasjid, Kuasa Hukum mantan Dirut Indosat Mega Media (IM2) Indar Atmanto, Luhut MP Pangaribuan memprotes keras yang mengakibatkan majelis hakim sempat menskors persidangan.
Protes itu dilancarkan Luhut karena Asmiati Rasjid pernah sakit jiwa. Kepada majelis hakim, Luhut menyatakan, berdasarkan surat keterangan dari Rumah Sakit Kesehatan Jiwa (RSK) Hurip Waluya, Karang Tineung, Bandung, Jawa Barat, pada 3-15 Februari 1997, saksi ahli JPU, Asmiati Rasjid, dosen di Institut Management Telkom, Bandung, pernah menjadi pasien di rumah sakit jiwa tersebut, sehingga tidak bisa disumpah keterangannya.
Selain itu, Luhut juga mengemukakan bahwa Asmijati dinilai juga tidak jujur dan memiliki konflik interest karena masih berstatus sebagai pegawai salah satu operator di tanah air, yaitu PT Telkom.
"Pertama dia tidak jujur, di BAP dia menyatakan sebagai dosen di STT Telkom padahal sejak 2010 berdasarkan keterangan Yayasan Telkom yang menaungi sekolah tersebut, yang bersangkutan bukan lagi dosen. Di sisi lain sebagai pegawai Telkom sampai hari ini tentu ada conflict of interest. Padahal sebagai ahli dia harusnya netral, karenanya kami meminta majelis hakim mempertimbangkannya," kata Luhut.
Ahli lainnya yang diajukan JPU berasal dari BPKP, Nasrul Waton, Kasubdit Investigasi BPKP Pusat. Menurut Luhut, dengan adanya putusan sela PTUN yang menyatakan bahwa obyek sengketa berupa kerugian negara yang dihitung oleh BPKP, dinyatakan diskors atau tidak berlaku sampai ada putusan hukum yang tepat. maka hasil audit BPKP tidak bisa digunakan dan ini bisa melanggar ketetapan Menteri PAN. Namun, meski sempat menskors persidangan, majelis hakim mengganggap persidangan tetap dilanjutkan.
Dalam persidangan, Asmijati menegaskan bahwa ISP tidak diperkenankan memakai jaringan bergerak. "Jaringan yang diperbolehkan untuk ISP itu tidak boleh jaringan komunikasi bergerak seluler. Seandaipun bisa, itu namanya bukan ISP lagi, tapi Mobile Virtual Network Operator. ISP hanya bisa menggunakaan jaringan frekuensi tetap," kata Asmijati.
Berkenaan dengan pendapat Asmijati, Luhut menyangsikan kapabilitas ahli. "Sama sekali tidak ada background dari dia untuk meyakinkan kita bahwa dia sungguh-sungguh ahli dalam hal regulasi. Dia tadi menjawab tadi bahwa ISP haruslah jaringan tetap, dasarnya apa? Dia bilang, itu menurut saya, artinya dia bukan ahli regulasi," tandas Luhut.
Selain itu, Luhut juga menilai bahwa Asmijati juga tidak paham definisi soal stasiun radio dalam PP 53 pasal 14 dalam hal pelaksanaan frekuensi bersama.
Kesangsian Luhut, diamini juga oleh Ketua Umum Mastel Setyanto P Sentosa. "Yang bersangkutan menyatakan dirinya ahli, harusnya diteliti lagi sertifikat keahliannya, kok selama ini yang bersangkutan tidak pernah ada sertifikat keahliannya," tegasnya.
Setyanto juga menyoal penjelasan Asmijati yang hanya berisi hal-hal normatif, dan bukan kondisi di Indonesia. "Harusnya yang bersangkutan itu tidak capable untuk menjadi ahli," imbuhnya.
Sementara itu, saksi Endah Fitriani, Mantan Manager Accounting IM2, menyatakan pemeriksaan mengenai kewajiban bayar BHP ini sudah transparan. "Dalam proses Coklit (pencocokan dan penelitian), Kemenkominfo didampingi BPKP, dan tidak ada peringatan bahwa IM2 belum membayar BHP, dalam hal ini BHP frekuensi," terang Endah.