MAJALAH ICT – Jakarta. Tumbangnya layanan data Smartfren yang diakibatkan putusunya jaringan bawah laut yang digunakan Smartfren membuat operato ini mendapat keluhan yang cukup banyak dari pengguna. Kata maaf nampaknya dinilai tidak cukup, sehingga harus ada ganti rugi yang diberikan.
Menyikapi hal itu, Deputi CEO Smartfren Djoko Tata Ibrahim mengatakan bahwa Smartfren telah menyiapkan skema ganti rugi yang dimaksud. "Sebagai permohonan maaf, dari manajemen telah menyiapkan satu program yang bisa sedikit mengobati rasa tidak nyaman ini. Skema ganti rugi memang belum final, tapi secara garis besar Smartfren akan memberikan bonus volume 50%. Mereka ada yang langganan harian, bulanan, kita akan berikan bonus 50%," terang Djoko.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, YLKI tidak sepenuhnya setuju dengan usulan Djoko. Menurut Tulus Abadi, pengurus Harian YLKI, Smartfren harusnya mengadakan jajak pendapat untuk mengetahui ganti rugi apa yang diinginkan konsumen. "Jajak pendapat tersebut tidak harus dilakukan kepada semua pelanggan Smartfren, namun dapat mengambil beberapa sampel pelanggan. Pelanggan dapat dikirimi email ataupun melalui telepon untuk ditanyakan mengenai bentuk ganti rugi seperti apa yang diinginkan. Baru setelah itu Smartfren menentukan program ganti ruginya seperti apa," usul Tulus.
Menurut Tulus, hal tersebut harus dilakukan agar Smartfren untuk mendapatkan kepercayaan dari konsumennya. "Sebab, dalam hal putusnya jaringan kabel laut itu, konsumen menjadi orang yang dirugikan, dalam hal ini pelanggan internet Smartfren," tandasnya.
Pendapat YLKI senada dengan para pengguna telekomunikasi yang tergabung dalam Indonesian Telecommunications Users Group (DTUG), yang menilai bahwa masalah ini tidak bisa diselesaikan dengan cara meminta maaf saja, namun tetap harus ada pertanggungjawaban dari SMartFren atas tumbangnya jaringan operator tersebut semingu terakhir.
"Pelanggan banyak dirugikan, terutama dari materiil dan immateriil. Materiil berupa pembelian pulsa yang tak terpakai, sedangkan immateriil adalah tidak bisa menghubungi keluarga atau teman di saat darurat atau penting dan tidak memungkinkan membeli nomor perdana operator lain," demikian dikatakan Sekjen IDTUG Muhammad Jumadi.
Dari kejadian ini, Jumadi mendesak agar operator jangan hanya fokus ke jualan saja, tanpa melihat kesiapannya Quality of Service. "Regulator seharusnya tegas memberlakukan denda kepada Smartfren sesuai peraturan dan meminta operator tersebut memberi ganti rugi pada pelanggannya, jangan diam saja," tandas Jumadi.
Sementara itu, terkait banyaknya keluhan pengguna layanan Smartfren, pihak Smartfren akhirnya menjelaskan bahwa mereka sedang mengalami gangguan layanan dikarenakan putusnya kabel submarine oleh jangkar kapal minyak di antara pulau Bangka dan Pulau Batam pada hari Sabtu, 23 Maret 2013.
Menurut Direktur Smartfren, Merza Fachys, jaringan ini merupakan rute utama jaringan internet Smartfren menuju Singapura sebelum internet global. Saat itu, layanan internet masih dapat berjalan melalui jaringan backup trans Sumatra di dua sisi, yaitu jalur timur dan barat. Namun beberapa jam kemudian, kabel jalur timur terputus karena adanya tanah longsor di sekitar Palembang dan jalur barat juga terputus karena adanya konstruksi oleh pihak lain. Dengan kejadian ini, Smartfren hanya mampu melayani data dengan kapasitas sekitar 10% dari normal kapasitasnya, mengakibatkan penurunan layanan terhadap pelanggan data, tetapi layanan telepon, SMS dan Blackberry masih dapat berjalan normal.