MAJALAH ICT – Jakarta. Majelis Hakim kasus dugaan penyalahgunaan frekuensi yang dinilai merugikan negara Rp. 1,3 trliun lebih akhirnya memvonis mantan Dirut IM2 Indar Atmanto hukuman 4 tahun penjara dan kewajiban membayar Rp. 200 juta. Majelis Hakim juga mengenakan hukuman pada IM2 untuk mengembalikan kerugian Rp. 1,3 triliun lebih kepada negara.
Demikian kesimpulan dan vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hari ini. Dalam pertimbangannya, Majelis menilai bahwa unsur setiap orang terpenuhi, pelanggaran hukum terpenuhi, serta menguntungkan korporasi juga terpenuhi.
Keputusan ini tentu mengejutkan. Sebab sebelumnya, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) telah mengabulkan gugatan Indar, Indosat, dan IM2 terkait laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun Majelis Hakim menyatakan bahwa keputusan PTUN belum mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga belum bisa dipakai sebagai rujukan bahwa tidak terjadi kerugian negara dalam kasus ini.
Menurut Anggota BRTI Nonot Harsono, saat ini industri telekomunikasi menjadi korban dari para hakim yang tidak mengerti telekomunikasi. "Undang-udangan Telekomunikasi yang mengatur sektor tidak dipakai, sementara mereka tidak mengerti industri telekomunikasi terutama hal-hal teknis seperti membedakan antara penggunaan frekuensi bersama dengan kapasitas bersama," sesal Nonot.
Dan bukan sekali ini saja industri telekomunikasi menjadi korban para hakim yang tidak mengerti industri telekomunikasi, karena sebelumnya jatuh pula korban sewenang-wenang hakim Pengadilan Niaga, Jakarta Pusat yang secara sepihak mempailitkan Telkomsel karena berselisih pembayaran Rp. 5 miliar. Padahal, aset Telkomsel berlipat-lipat dibanding utang nya, sehingga vonis dijatuhkan tanpa melihat kondisi perusahaan telekomunikasi yang padat modal ini seperti apa.
Dan yang tak kalah lucunya adalah, ketika MA sudah membebaskan Telkomsel dari pailit, kembali hakim pengadilan niaga menjatuhkan sanksi untuk membayar kurator yang tidak sedikit jumlahnya. Sehingga, kembali industri telekomunikasi jadi korban para hakim yang tak mengerti industri ini.