MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika memberikan penegasan akan diimplementasikannya teknologi telekomunikasi generasi ke-4 atau 4G yang dalam hal ini Long Term Evolution (LTE) di rentang frekuensi 2,3 GHz. Adopsi LTE di 2,3 GHz ini bukan dibuka lelang baru dimana masih tersisa 60 MHz (bahkan beberapa wilayah lebih dari 60 MHz karena ditinggalkan pemenangnya seperti PT Telkom), melainkan memberikan privilege bagi para pemenang lelang di 2009 untuk mengadopsi teknologi netral. Sehingga, penghuni 2,3 GHz sekarang yang menggunakan teknologi WiMax bisa beralih tanpa bayar tambahan apapun untuk menggunakan teknologi LTE.
Dari pantauan Majalah ICT, di dunia saat ini, menurut laporan GSA, sudah ada 163 jaringan komersial operator di 67 negara. Namun begitu, sebagian besar menggunakan frekuensi 1800 MHz, dimana 74 operator di 43 negara sudah mengkomersialkan jaringannya dengan 14,27 pengguna. Posisi kedua adalah frekuensi 2,6 GHz dengan 50 operator. Di frekuensi ini, Indonesia sulit mengadopsi karena 150 MHz sudah dialokasikan untuk televisi berlangganan IndoVision.
Untuk 2,3 GHz, dari negara-negara yang sudah meluncurkan LTE secara komersial dan menggunakan TD LTE di frekuensi ini, hanya Australia dan India yang menggunakannya. Sementara yang menggunakan TDD dan FDD untuk 2,3 GHz, negara lain yang menggunakan adalah Hong Kong, Oman, Arab Saudi dan Sri Langka. Dari kenyataan itu, dapat dikatakan bahwa 2,3 GHz TD LTE tidak begitu favorit di dunia, bahkan masuk 3 besar opsi pemelihan frekuensi untuk LTE pun tidak.
Jika tidak favorit, hal itu akan berdampak pada harga perangkat yang tidak bisa mencapai nilai ekonomis, vendor perangkat terbatas, serta customer premises equipment (CPE) yang juga terbatas dan relatif lebih mahal.