Search
Rabu 4 Desember 2024
  • :
  • :

Telekomunikasi dan Gadget 2013: Operator Merugi, Operator Konsolidasi

MAJALAH ICT – Jakarta. Pertumbuhan semu di sektor telekomunikasi mulai tergambar nyata. Riuhnya sector tersebut yang bahkan disebut-sebut Menkominfo Tifatul Sembiring memiliki perputaran bisnis sampai Rp500 triliun hanyalah di permukaan saja.

Kenyataannya, operator kembang kempis. Bahkan sekelas Indosat yang notabene operator besar pun harus menghadapi kondisi yang disebut rugi bersih. XL, meski pun menurun laba bersihnya, masih lebih baik, setidak-tidaknya masih ada dividen yang dibagikan ke pemegang saham.

Perkembangan terakhir, bisnis telekomunikasi terlihat akan mengarah pada konsolidasi antaroperator. Hal itu, karena jumlah operator yang banyak, membuat tidak semua operator mendapatkan keuntungan seperti diharapkan. 

Berdasarkan pengamatan Majalah ICT, terdapat dua factor pertimbangan untuk melakukan konsolidasi, yaitu faktor kedekatan frekuensi dan kedekatan emosional.

Untuk kedua hal ini, XL dan Axis merupakan dua operator yang paling masuk akal untuk bergabung. Pasalnya, keduanya selain ‘mengandung’ saham dari Timur Tengah dan Malaysia, keduanya juga memiliki kedekatan frekuensi di pita 1.800 MHz dan 2.100 MHz.

Bila tak menurut gengsi, Tri juga sebetulnya bisa merapat ke Telkomsel karena kedekatan frekuensi. Masalahnya, Tri yang sebagian sahamnya sudah dijual ke Garibaldi, pengusaha Indonesia, menyandang nama besar induk usahanya, PT Hutchison Telecommunication Ltd, sehingga dianggap ‘memalukan’ bila harus diakuisisi operator lain.

Dan dari semua operator, operator yang mengunakan teknologi CDMA di frekuensi 850 MHz, mengalami pukulan paling telak.

Seperti terjadi dengan Bakrie teleocm. Selain pengguna yang berkurang hingga 2 juta pengguna dibanding pada 2011, dalam laporan keuangan terakhir untuk 2012, BTEL menderita kerugian hingga mencapai Rp3,13 triliun. Kerugian ini jauh meningkat dibanding 2011 yang ‘hanya’ mencapai Rp782 miliar.

Tidak jauh berbeda dengan BTEL, operator lain PT SmartFren—yang memiliki lisensi FWA dan Seluler, mengalami kondisi yang hampir sama. Sepanjang 2012, Smartfren merugi hingga Rp1,56 triliun. Meskipun, angka ini menurun dibanding kerugian tahun sebelumnya yang mencapai Rp2,39 triliun.

Star One dan Flexi meski secara unit usaha tidak terlihat, karena laporan keuangan digabungkan atau sudah konsolidasi, nampaknya juga tidak jauh berbeda. Hanya karena memiliki usaha seluler dengan teknologi GSM nya, maka kalaupun tidak menguntungkan hal itu dapat ditutupi.

Dikabarkan, BTEL sedang menjajaki untuk menjual Esia ke Telkom. Begitu juga dengan Star One. Indosat sejak Direktur Utama dipegang Harry Sasongko, atas tekanan Qatar sudah ancang-ancang untuk melepas Star One.

Indosat dikabarkan akan fokus di seluler dan data, melalui Indosat dan IM2. Sementara jaringan akan difokuskan ke Lintas Arta. IM2 dan Lintas Arta adalah anak perusahaan Indosat. 

Perkembangan mutakhir, Star One akan dimatikan dan frekuensi yang ditinggalkan akan dipakai untuk extended GSM nya Indosat. Sementara Flexi, juga akan dimatikan, dan frekuensinya akan dihibahkan ke Telkomsel.

Fenomena Telekomunikasi dan Gadget 2013 Lainnya:

Teknologi CDMA Segera Dimatikan

SMS Meredup, Instant Messeger Kian Populer

Konsol Games Jadi Perangkat All in One

Tablet Mengerus Pasar PC

Aplikasi Lokal Bergeliat, Tapi Masih Belum Dilirik

4G LTE pun Tergelar dalam Ketidakpastian

Keamanan Jaringan Indonesia Buruk

Android Mendominasi, BlackBery Jeblok