Search
Selasa 15 Oktober 2024
  • :
  • :

Tenggat Taksi Berbasis Aplikasi untuk Penuhi Ketentuan (3)

MAJALAH ICT – Jakarta. Pemerintah menetapkan 31 Mei sebagai batas akhir agar taksi berbasis aplikasi memenuhinya. "31 Mei, Uber dan Grab harus kerja sama dengan transportasi umum yang sah atau mendirikan badan hukum sendiri," kata Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Pemerintah memberikan waktu dua bulan sejak Maret 2016 ini juga agar pengelola transportasi berbasis aplikasi menyelesaikan masalah izin badan usaha. Angkutan umum daring harus uji kir untuk menjamin keamanan penumpang, sopir wajib mengantongi SIM A Umum.

Ditegaskan Jonan, bilamana dalam tenggat waktu yang ditentukan Grab dan Uber tak membentuk badan usaha, pemerintah akan mengambil tindakan. Sebab, katanya, di satu sisi pemerintah mendorong pelayanan transportasi publik yang baik, dan di sisi lainnya, pemerintah juga sadar pelayanan transportasi saat ini harus mengikuti perkembangan teknologi. "Sarana transportasi harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," pungkas Jonan dalam rapat pemerintah dengan pengusaha aplikasi di kantor Kementerian Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Namun, perkembangan baru terjadi. Hal itu setelah Kementerian Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Salah satu yang diatur adalah soal kontrol terhadap tarif pengguna aplikasi. Dalam aturan baru ini. penyedia jasa aplikasi teknologi informasi (TI) dilarang bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum yang menetapkan tarif dan memungut bayaran. Uniknya, aturan ini akan mulai berlaku 1 Oktober mendatang.

Direktur Jenderal Perhubungan Darat Pudji Hartanto mengungkapkan, penetapan tarif harus sesuai dengan kesepakatan dan mendapatkan persetujuan pemerintah atau kembali mengacu kepada Pasal 151 Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas. "Tarif harus mendapat persetujuan pemerintah karena aturan tarif itu yang mengeluarkan pemerintah. Beberapa persetujuan pemerintah itu antara lain kepastian jarak tempuh dan tarif atas serta bawah dari moda transportasi tersebut," kata Pudji.

Meski membatasi, Pudji menampik jika upaya ini dinilai menghambat layanan taksi berbasis aplikasi. Justru pihaknya ingin memberi kepastian hukum atas keberadaan Uber dan Grab. "Jasa transportasi online akan dibebani tarif Pajak Penghasilan (PPh) 21 sebesar 10 persen. "Kami fasilitasi agar mereka berjalan dengan benar, dan agar tidak ada yang iri," yakinnya.

Pengaturan lainnya adalah kewajiban layanan seperti Uber maupun Grab untuk memiliki pool seperti perusahaan angkutan umum lainnya. Pool yang dimaksud ini tidak harus sebuah pool yang luas layaknya tempat parkir untuk taksi, tetapi suatu tempat memarkir kendaraan berapapun ukurannya. "Garasi pun bisa asal bisa parkir dan tidak mengganggu parkir orang lain," tandasnya.